KIPRAH
MAHASISWI MUSLIMAH, MULAI SUBUH SAMPAI SUBUH
29 April 2011
DEMI WAKTU
Sebelum ayam
jantan berkokok bersahutan atau seiring kicau burung memanggil matahari, muslimah
sudah bangun, tidak memperpanjang mimpinya. Melaksanakan kewajiban sebagai
hamba Allah. Bersiap melanjutkan kewajiban dalam hubungan antar umat. Bagi ibu
rumah tangga yang muslimah, bangun pagi berarti argo berbakti mulai berdetak
dan berdetik. Usai menunaikan kewajiban dengan Allah Yang Maha Mencipta, sholat
Subuh, berderet tugas telah menanti. Bagi muslimah yang masih bebas atau belum
berkeluarga, bukannya tak punya kewajiban dalam melakoni hidup ini. Sebagai mahasiswa
ternyata punya segudang kewajiban yang harus dilaksanakan dengan ikhlas, pas,
cerdas, tangkas dan jauh dari rasa malas.
Sesama
muslimah pun punya kewajiban untuk saling menasehati dalam mentaati kebenaran
dan menetapi kesabaran. Jadwal kegiatan akademis seolah telah mematok mahasiswi
muslimah untuk tepat waktu dalam mengikuti perkuliahan dan kegiatan penunjang
lainnya. Rentetan kesibukan diri berakhir jelang tidur malam dan akan mulai
lagi saat bangun pagi.
Kewajiban mahasiswi muslimah bukan menebak
posisi dari anomali atau penyimpangan (ada yang adem-ayem tanpa aktivitas malah
berkibar atau ada yang mati-matian giat usaha malah melempem) yang akan
mempengaruhi pola pikirnya. Karena niat dan
tekad untuk berubah, ikhtiar yang dilakukan secara tekun, tabah dan menerus,
do’a yang dimohonkan kepada-Nya, harapan mendapat ridho-Nya, dilandasi dengan
tawakal yang akan menentukan keberhasilan. Walau secara formal disebutkan bahwa
“mahasiswi muslimah yang berprestasi” adalah setiap mahasiswa yang telah
menghasilkan dan memberikan sesuatu yang berdaya guna serta berhasil guna bagi
masyarakat, bangsa, dan negara. Secara mendasar mahasiswa harus berguna dan
bermanfaat bagi dirinya sendiri.
KEGIATAN
PARAREL
Mahasiswa
dengan predikat kutu buku bukan jaminan
untuk lulus dan diwisuda tepat waktu serta siap kerja. Jejak rekaman kehidupan
di kampus tidak hanya didominasi adegan dari bangku kuliah ke bangku kuliah.
Banyak fragmen kehidupan yang bisa ditekuni sebagai bekal dan modal setelah
diwisuda. Kegiatan kampus memang patut dan layak diikuti secara profesional,
tidak sekedar ikut arah angin bertiup. Tidak sekedar ambil kegiatan yang
bergengsi atau banyak peminatnya. Ambil kegiatan yang manfaatnya jangka
panjang, terutama yang berdampak pada pasca wisuda.
Bersosialisasi
merupakan manfaat utama dalam berkiprah di kegiatan kampus. Aneka ragam latar
belakang mahasiswa, kumpul jadi satu dengan tujuan sama: belajar, menggali,
menimba, dan menunutut ilmu di perguruan tinggi. Heterogenitas status sosial mahasiswa
menyebabkan kehidupan jadi dinamis, seru dan tidak menjemukan. Ukhuwah mulai
terbentuk dalam berbagai bentuk ikatan, himpunan, kekerabatan, paguyuban, kerukunan,
kelompok, asosiasi, komunitas, gerakan, forum komunikasi, solidaritas, dsb.
Mahasiswa mau tak mau wajib menyusun
kriteria, secara pribadi atau komunitas, untuk menentukan berbagai pilihan kegiatan
yang ada. Dasar pilihan adalah kegiatan
yang bisa dilakukan walau terlihat sederhana, tidak atraktif. Kegiatan bisa
yang bersifat sosial amaliah atau yang profesional. Semua kegiatan bersifat
produktif, bukan dalam takaran Rp, karena kegiatan produktif merupakan perwujudan kearifan dan kecerdasan
mahasiswa dalam mengelola waktu. Setiap jengkal gerak mahasiswa adalah wujud pengelolaan
waktu secara produktif, bermakna dan menerus. Jika tidak, kerugian
yang akan membelenggu kehidupan mahasiswa. Singkatnya, mahaiswa berbekal dan
untuk meningkatkan IQ, EQ
dan SQ-nya.
O
IQ (Intelligent
Quotient) merupakan tingkat kecerdasan manusia yang ditinjau dari
kecerdasan intelektual, berupa kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio.
O
EQ (Emotional Quotient)
merupakan tingkat kecerdasan manusia yang ditinjau dari kecerdasan emosional,
berupa kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang
manusiawi.
O
SQ (Spiritual Quotient)
merupakan tingkat kecerdasan manusia yang ditinjau dari kecerdasan spiritual
berupa, kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yakni
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih
luas.
INTERAKSI SOIAL
DAN LINGKUNGAN
Mahasiswi
muslimah, mempunyai kewajiban sebagai mahasiswi sekaligus sebagai muslimah.
Memang sulit untuk memadukan kedua peran ini. Tak akan pelik jika ditekuni secara
bersamaan atau paralel, bahkan menjadi jiwa atau ruh dalam menikmati hidup di
dunia. Bahkan secara formal dalam batasan usia/umur mahasiswi muslimah masuk
kategori pemuda. Penduduk atau warga negara Indonesia bila telah menginjak usia 16 (enam
belas) tahun secara otomatis masuk
kategori sebagai pemuda. Batasan usia pemuda sampai dengan 30 (tiga puluh)
tahun berdasarkan UU No. 40 tahun 2009 tentang “KEPEMUDAAN”. Penetapan batasan
usia tersebut karena merupakan periode penting pertumbuhan dan perkembangan
secara biologis dan yuridis.
Terbukti, mahasiswi muslimah begitu menyangkut
aspek kepemudaan ceritanya jadi lain, karena akan memasuki dimensi penyadaran,
pemberdayaan, dan pengembangan pemuda sebagai bagian dari pembangunan nasional.
Tahun pertama di kampus, sebagai masa transisi dengan berbagai kemungkinan akan
terjadi. Interaksi sosial dan lingkungan mulai melaju dan mulai tahun kedua
seolah tampil dipanggung. Berbagai bentuk kebebasan dikantongi. Bebas
berekspresi sampai bebas mencari dan menemukenali jati diri. Tahun pertama
mahasiswi muslimah dengan mudah mencari teman seiman dengan tampilan dan
atribut yang dipakai. Interaksi positif mulai terjalin sejalan dengan berbagai
kendala yang dihadapi bersama.
KATA AKHIR
Berbagai kegiatan akademis seiring dengan kegiatan ekstra
kurikuler, ditekuni dalam rangka mencari jati diri, mengembangkan potensi diri,
ada yang bisa dilakukan secara individu atau harus dalam bentuk komunitas. Wadah
kegiatan secafra formal disyaratkan mempunyai berbagai kegiatan yang proporsional,
produktif, prospektif dan akan melibatkan peran aktif mahasiswa. Berbagai
kegiatan tersebut sangat beragam, mulai dari yang bersifat :
ü
akademis (penelitian, penerapan teknologi, seminar dan pameran,
karya tulis ilmiah, studi banding, dsb);
ü
kemasyarakatan (bakti sosial, pengabdian masyarakat, praktek
lapangan, kebersihan lingkungan, penghijauan, pasar murah, kewirausahaan, donor
darah, dsb);
ü
keagamaan (pengajian, baca Al Qor’an, telaah hadist, bedah buku, dialog/diskusi/debat,
santunan anak yatim, dsb);
ü
olah raga (latihan, pertandingan, dsb) maupun sampai
ü
kegiatan lainnya yang bersifat insidentil (menerima
kunjungan, partisipatif, dsb).
Aspirasi yang bersifat politis (misal turun ke jalan, ikut
unjuk rasa dan unjuk raga, demo, membela PKL yang digusur, menolak kebijakan
pemerintah) atau parpol masuk kampus sebaiknya dihindari. Bukan berarti tidak
peduli pada tatanan dan tataran kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena
mahasiswa punya saluran tersendiri. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar