PERAN DINAMIS BULOG DALAM MENGENDALIKAN STABILITAS PANGAN
PADA SAAT CUACA EKSTRIM
oleh : Herwin Nur
IMPOR BERAS
SENGASARAKAN RAKYAT
“Stop impor, mari kita Berdikari dan hidup bergotong-royong
dengan kemampuan sendiri”.
Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum DPP PDI-Perjuangan
Pidato Politik (tanpa teks) pada Pencabangan `Cabang
Pelopor`
di lapangan desa Jamba`an, kecamatan Bayat, kabupaten
Klaten, Jateng,
Kamis 17 Maret 2011.
Di hadapan sekitar 25 ribu kader PDI-Perjuangan (PDI-P) se-Indonesia
Di hadapan sekitar 25 ribu kader PDI-Perjuangan (PDI-P) se-Indonesia
Mbak Mega menentang keras semua kebijakan impor pangan,
terutama beras dan gula, yang dinilainya menyengsarakan rakyat dan menjadikan
bangsa ini amat tergantung kepada pihak asing. Mbak Mega dengan lantang
menegaskan, kebijakan impor beras dan gula benar-benar tidak menghargai
keringat serta perjuangan kaum tani Indonesia. Pada giliran berikutnya,
tandasnya, kebijakan impor itu mematikan usaha tani Indonesia, dan semakin
memiskinkan rakyat.
DAMPAK IMPOR BERAS
Semoga makna pidato politik (tanpa teks) mbak Mega masih
ada benang merahnya dengan kiprah dan kinerjanya saat menjabat sebagai wakil
presiden RI ke-8 (20 Oktober 1999–23 Juli 2001) maupun
sebagai presiden RI ke-5 (23 Juli 2001–20 Oktober
2004). Paling tidak pada tanggal 20 Januari 2003, Megawati Soekarnoputri, saat itu
sebagai presiden RI telah menetapkan PP 7/2003 tentang ”PENDIRIAN PERUSAHAAN
UMUM (PERUM) BULOG”.
Impor beras tak bisa dilepaskan dari fenomena dan
dinamika bangsa dalam pengamanan harga pangan pokok, pengelolaan cadangan
pangan Pemerintah dan distribusi pangan pokok kepada golongan masyarakat
tertentu, khususnya pangan pokok beras dan pangan pokok lainnya yang ditetapkan
oleh Pemerintah dalam rangka ketahanan pangan.
Secara historis, faktor penentu
impor beras bersifat politis. Kendati berbagai faktor pengaruh telah diakomodir
oleh Pemerintah, mulai dari kondisi
internal (cadangan beras Bulog tidak mencukupi, kebutuhan pangan penduduk
bertambah akibat pertambahan jumlah penduduk per tahun, kepentingan petani, realisasi panen raya,
lahan pertanian pangan tiap tahun menyusut, kelangkaan pupuk) sampai kondisi eksternal (perdagangan bebas
seperti ACFTA, dampak dari cuaca ekstrim dunia, ancaman
kenaikan harga pangan dunia). Keputusan
pemerintah atau kebijakan pemerintah untuk melakukan impor beras memang bersifat
dilematis dan merupakan langkah yang tidak popular serta terkadang bersifat
spekulatif. Terlebih jika alokasi beras yang diimpor hanya
akan digunakan untuk operasi pasar dan operasi pasar khusus, guna stabilisasi
harga. De facto, impor beras akan akan berkurang jika produksi beras
nasional meningkat. 90% kebutuhan beras tercukupi dari produksi beras nasional,
kita menjadi negara swasembada pangan.
Sebagai negara agraris, kiat utama adalah meningkatkan
produk dan kualitas pangan. Kekurangan pangan dalam negeri bukan diandalkan
pada pasokan dari manca negara atau impor. Impor dilakukan jika permintaan atau
kebutuhan di atas rata-rata, misal jelang hari raya Idul Fitri, tahun baru.
Atau terjadi bencana nasional, musim yang tak bersahabat, serangan hama,
kelangkaan pupuk, lahan produktif tanaman pangan menyusut serta berbagai
kemungkinan yang mempengaruhi produksi.
Dampak ACFTA dan kaitannya dengan kemandirian
pangan nasional antara lain mulai tahun 2005 pihak Indonesia dan pihak Cina
sepakat mengembangkan langkah strategis bagi kepentingan jangka panjang kedua
bangsa. Artinya harus ada proyeksi jangka panjang (20 tahun) ke depan,
khususnya jika cadangan pangan dari sumber domestik tidak dapat memenuhi stok
cadangan nasional dimungkinkan untuk impor. Pihak mana yang akan melakukan
impor pangan (seperti Bulog sebagai importir beras) serta sistem pengadaan yang
saling menguntungkan.
Dikuatirkan ACFTA menambah mata rantai birokrasi
yang memperpanjang lingkaran setan kemiskinan petani Indonesia. Kemandirian
ketahanan pangan sebagai bagian dari pembangunan nasional, terpadu dengan
program lainnya, khususnya peningkatan kesejahteraan petani. Kran impor ACFTA
dibuka, banjirnya produk negara lain (harga murah, lebih berkualitas) berdampak
luas dan pada gilirannya akan mematikan produksi dalam negeri. Petani bisa
terpuruk ke sebagai petani penggarap. Akhirnya orang mengandalkan untuk membeli
saja, daripada tanam malah merugi.
BULOG WAJIB BELI BERAS PETANI
Pemerintah mengharuskan Bulog untuk membeli beras dari petani pada tahun
2011 sebanyak 3,5 juta ton untuk mengatasi rawan pangan di negeri ini. Penyerapan
beras petani itu dilakukan untuk menjaga cadangan beras nasional, di tengah
ancaman krisis pangan pada 2011. Andaikata
cadangan beras tersebut belum terpenuhi seluruhnya, maka pemerintah akan
memenuhinya melalui impor beras. Keputusan impor beras akan dilakukan pemerintah
kalau cadangan beras Bulog tidak mencukupi. Sedangkan mengenai pembebasan bea
impor beras sendiri, hanya berlaku
sampai dengan 31 Maret 2011, yaitu ketika tidak terjadi lagi musim panen.
Pemerintah tetap mengoptimalkan berbagai upaya untuk memenuhi cadangan beras
nasional tahun 2011. Cadangan beras, terancam krisis yang dipicu oleh iklim
yang tidak menentu, pemerintah tetap akan menaikkan cadangan berasnya. Cadangan
beras nasional pada tahun 2011 diprediksikan mencapai 1,5 juta ton dan akan
dinaikkan sesuai dengan ketersediaan anggaran pemerintah.
KEGIATAN PROAKTIF BULOG
Penghentian impor beras bisa
dilakukan Indonesia, apabila mampu mencapai target peningkatan produksi beras
nasional 7% (tujuh persen) pada 2011. Artinya, peningkatan produksi beras
nasional naik 7% dari tahun lalu, tentu bisa menutup impor beras.
Soal ketersedian bahan pangan,
terutama beras, mau tidak mau harus mampu memenuhi kebutuhan secara nasisonal.
Ketergantungan masyarakat sekitar 90% tergantung pada beras cukup besar.
Bahkan, masyarakat di Maluku dan Papua yang dulu bahan pangan dari sagu, tapi
sekarang sudah mulai terbiasa dengan beras, tentu tidak mungkin lagi meraka
kembali mengkonsumsi sagu sebagai bahan pangan utama.
Hambatan dalam peningkatan produksi
beras nasional yang 7% tahun 2011, tentulah bukan pekerjaan yang mudah. Sebab,
tergantung pada kondisi lahan karena ada yang dikonversi oleh petani dan
termasuk perubahan iklim serta kondisi tanah lahan pertanian yang kian gersang.
Berdasarkan kondisi ini, Bulog
berupaya menjaga dan mempersiapkan ketersedian pangan telah melaksnakan kontrak
dengan berbagai pihak untuk sekitar 916 ribu ton pada 2011. Jadi, hingga posisi
akhir triwulan pertama 2011 sudah terealisasi sekitar 600 ribu ton dari volume
kotrak itu.
Selain itu, pihak Bulog di daerah
membeli beras petani, berapapun jumlahnya dan mengenai harga tentu disesuai
dengan setiap wilayah. Soal harga beli beras petani akan disesuaikan dengan
kualitas dan wilayah. Namun, petani yang bergabung dalam kelompok bisa langsung
menjual ke Bulog.
Jika Gapoktan (Gabungan Kelompok
Tani) langsung ke Bulog di wilayah masing-masing, tentu lebih pendek mata
rantai distribusinya dan masyarakat tani bisa mendapatkan harga lebih baik.
Secara harga pasaran dengan Bulog mungkin terdapat perbedaan yang selalu
dijadikan ganjalan, padahal petani yang jual ke pedagang gilingan tingkat
sentra belum tentu di atas harga pembelian pemerintah tersebut. Selama ini
masih kurang petani menjual beras langsung ke Bulog, karena faktor tidak tau
mekanismenya akibat terbatas informasi sampai ke bawah.
Selain itu, masih tingginya
ketergantungan terhadap pedagang pengumpul gilingan di tingkat sentra karena
bisa mendapat pinjaman modal. Persoalan yang dihadapi petani karena masih
kurangnya kredit untuk petani sehingga tergantung pada pedagang pengumpul sulit
dilepaskan.
Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat
(LDPM) untuk menjual langsung ke Bulog. LDPM yang dikelola Gapoktan itu, selama
ini membeli produksi beras petani di tingkat sentra, namun belum ada yang
menjual langsung ke Bulog. Peluang kerja sama dengan BULOG -- bisa menjual
langsung -- ini, tentu akan memperpendek distribusi penjualan dan petani bisa
mendapatkan marginnya.
SIMPUL DAN MASUKAN
“Masih doyan nasi?”. Makna pertanyaan ini adalah apakah anda
masih mau hidup! Diucapkan dalam sebuah gurauan atau dengan nada setengah
mengancam. Urusan perut tidak sekedar urusan nasi. Analog, Bulog mengurus
beras, tidak sekedar sebagai ganjal perut dan penyumpal mulut. Ternyata, urusan
Bulog bisa mulai dari hulu hingga ke hilir, mulai dari sumber mata air sampai
laut.
Untuk menyelenggarakan usaha logistik pangan pokok yang
bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, Bulog bukan
sebagai pemain tunggal, perlu kerja sama, koordinasi, keterpaduan dan dukungan
dari berbagai pihak secara sinergis.
Program/kegiatan Bulog bisa bersifat
tipikal tiap tahun, tapi dalam bersikap proaktif dapat melakukan berbagai
terobosan secara sinergis :
1.
Produksi pangan lebih rendah daripada pertumbuhan penduduk, perlu upaya kalkulasi yang akurat atas produksi pangan;
2.
Walau
konsumsi penduduk masih rendah, pastikan pemakaian dalam negeri (untuk pakan, bibit/benih dan bahan olahan) mencukupi kebutuhan/permintaan;
3.
Antisipasi cuaca ekstrim atau adanya
paceklik dengan memastikan stok atau cadangan dalam negeri kuat untuk mengantisipasi
permintaan dan terutama mencegah spekulan;
4.
Dukungan pengendalian
pemanfaatan ruang yang diperuntukkan
untuk kegiatan pertanian, sehingga dapat menjamin tingkat produksi pertanian,
pada gilirannya akan meningkatkan produksi dan produktivitas pangan;
5.
Evaluasi
manfaat gudang Bulog >30 tahun, lebih baik bangun baru di area sentra
produksi daripada relokasi, terutama untuk mencegah penimbunan pangan yang dilakukan importir;
6.
Perencanaan pangan cenderung berbasis
produksi dan memperhatikan faktor lokal sebagai rangkaian dari mendorong gerakan ketahanan pangan
lokal dan keluarga;
7.
Pedagang/spekulan
lebih faham situasi pasar ketimbang Pemerintah, sehingga perlu dilakukan
operasi pasar dan pembagian Raskin untuk mengendalikan harga beras;
8.
Mengelola kebijakan fiskal dengan
mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudent), untuk perdagangan pangan baik ekspor maupun impor; serta
9.
Menetapkan lahan menjadi
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan melalui tata cara yang diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar