Halaman

Jumat, 10 Oktober 2014

PERAN DINAMIS BULOG DALAM MENGENDALIKAN STABILITAS  PANGAN PADA  SAAT CUACA EKSTRIM

oleh : Herwin Nur


IMPOR BERAS SENGASARAKAN RAKYAT

“Stop impor, mari kita Berdikari dan hidup bergotong-royong
dengan kemampuan sendiri”.

Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum DPP PDI-Perjuangan
Pidato Politik (tanpa teks) pada Pencabangan `Cabang Pelopor`
di lapangan desa Jamba`an, kecamatan Bayat, kabupaten Klaten, Jateng,
Kamis 17 Maret 2011.
Di hadapan sekitar 25 ribu kader PDI-Perjuangan (PDI-P) se-Indonesia

Mbak Mega menentang keras semua kebijakan impor pangan, terutama beras dan gula, yang dinilainya menyengsarakan rakyat dan menjadikan bangsa ini amat tergantung kepada pihak asing. Mbak Mega dengan lantang menegaskan, kebijakan impor beras dan gula benar-benar tidak menghargai keringat serta perjuangan kaum tani Indonesia. Pada giliran berikutnya, tandasnya, kebijakan impor itu mematikan usaha tani Indonesia, dan semakin memiskinkan rakyat.

DAMPAK IMPOR BERAS
Semoga makna pidato politik (tanpa teks) mbak Mega masih ada benang merahnya dengan kiprah dan kinerjanya saat menjabat sebagai wakil presiden RI ke-8 (20 Oktober 199923 Juli 2001) maupun sebagai presiden RI ke-5 (23 Juli 200120 Oktober 2004). Paling tidak pada tanggal 20 Januari 2003, Megawati Soekarnoputri, saat itu sebagai presiden RI telah menetapkan PP 7/2003 tentang ”PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG”.

Impor beras tak bisa dilepaskan dari fenomena dan dinamika bangsa dalam pengamanan harga pangan pokok, pengelolaan cadangan pangan Pemerintah dan distribusi pangan pokok kepada golongan masyarakat tertentu, khususnya pangan pokok beras dan pangan pokok lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam rangka ketahanan pangan.

Secara historis, faktor penentu impor beras bersifat politis. Kendati berbagai faktor pengaruh telah diakomodir oleh Pemerintah,  mulai dari kondisi internal (cadangan beras Bulog tidak mencukupi, kebutuhan pangan penduduk bertambah akibat pertambahan jumlah penduduk per tahun,  kepentingan petani, realisasi panen raya, lahan pertanian pangan tiap tahun menyusut, kelangkaan pupuk)  sampai kondisi eksternal (perdagangan bebas seperti ACFTA, dampak dari cuaca ekstrim dunia, ancaman kenaikan harga pangan dunia). Keputusan pemerintah atau kebijakan pemerintah untuk melakukan impor beras memang bersifat dilematis dan merupakan langkah yang tidak popular serta terkadang bersifat spekulatif. Terlebih jika alokasi beras yang diimpor hanya akan digunakan untuk operasi pasar dan operasi pasar khusus, guna stabilisasi harga. De facto, impor beras akan akan berkurang jika produksi beras nasional meningkat. 90% kebutuhan beras tercukupi dari produksi beras nasional, kita menjadi negara swasembada pangan.

Sebagai negara agraris, kiat utama adalah meningkatkan produk dan kualitas pangan. Kekurangan pangan dalam negeri bukan diandalkan pada pasokan dari manca negara atau impor. Impor dilakukan jika permintaan atau kebutuhan di atas rata-rata, misal jelang hari raya Idul Fitri, tahun baru. Atau terjadi bencana nasional, musim yang tak bersahabat, serangan hama, kelangkaan pupuk, lahan produktif tanaman pangan menyusut serta berbagai kemungkinan yang mempengaruhi produksi.

Dampak ACFTA dan kaitannya dengan kemandirian pangan nasional antara lain mulai tahun 2005 pihak Indonesia dan pihak Cina sepakat mengembangkan langkah strategis bagi kepentingan jangka panjang kedua bangsa. Artinya harus ada proyeksi jangka panjang (20 tahun) ke depan, khususnya jika cadangan pangan dari sumber domestik tidak dapat memenuhi stok cadangan nasional dimungkinkan untuk impor. Pihak mana yang akan melakukan impor pangan (seperti Bulog sebagai importir beras) serta sistem pengadaan yang saling menguntungkan.

Dikuatirkan ACFTA menambah mata rantai birokrasi yang memperpanjang lingkaran setan kemiskinan petani Indonesia. Kemandirian ketahanan pangan sebagai bagian dari pembangunan nasional, terpadu dengan program lainnya, khususnya peningkatan kesejahteraan petani. Kran impor ACFTA dibuka, banjirnya produk negara lain (harga murah, lebih berkualitas) berdampak luas dan pada gilirannya akan mematikan produksi dalam negeri. Petani bisa terpuruk ke sebagai petani penggarap. Akhirnya orang mengandalkan untuk membeli saja, daripada tanam malah merugi.

BULOG WAJIB BELI BERAS PETANI
Pemerintah mengharuskan Bulog untuk membeli beras dari petani pada tahun 2011 sebanyak 3,5 juta ton untuk mengatasi rawan pangan di negeri ini. Penyerapan beras petani itu dilakukan untuk menjaga cadangan beras nasional, di tengah ancaman krisis pangan pada 2011. Andaikata  cadangan beras tersebut belum terpenuhi seluruhnya, maka pemerintah akan memenuhinya melalui impor beras. Keputusan impor beras akan dilakukan pemerintah kalau cadangan beras Bulog tidak mencukupi. Sedangkan mengenai pembebasan bea impor beras sendiri,  hanya berlaku sampai dengan 31 Maret 2011, yaitu ketika tidak terjadi lagi musim panen. Pemerintah tetap mengoptimalkan berbagai upaya untuk memenuhi cadangan beras nasional tahun 2011. Cadangan beras, terancam krisis yang dipicu oleh iklim yang tidak menentu, pemerintah tetap akan menaikkan cadangan berasnya. Cadangan beras nasional pada tahun 2011 diprediksikan mencapai 1,5 juta ton dan akan dinaikkan sesuai dengan ketersediaan anggaran pemerintah.

KEGIATAN PROAKTIF BULOG
Penghentian impor beras bisa dilakukan Indonesia, apabila mampu mencapai target peningkatan produksi beras nasional 7% (tujuh persen) pada 2011. Artinya, peningkatan produksi beras nasional naik 7% dari tahun lalu, tentu bisa menutup impor beras.

Soal ketersedian bahan pangan, terutama beras, mau tidak mau harus mampu memenuhi kebutuhan secara nasisonal. Ketergantungan masyarakat sekitar 90% tergantung pada beras cukup besar. Bahkan, masyarakat di Maluku dan Papua yang dulu bahan pangan dari sagu, tapi sekarang sudah mulai terbiasa dengan beras, tentu tidak mungkin lagi meraka kembali mengkonsumsi sagu sebagai bahan pangan utama.

Hambatan dalam peningkatan produksi beras nasional yang 7% tahun 2011, tentulah bukan pekerjaan yang mudah. Sebab, tergantung pada kondisi lahan karena ada yang dikonversi oleh petani dan termasuk perubahan iklim serta kondisi tanah lahan pertanian yang kian gersang.

Berdasarkan kondisi ini, Bulog berupaya menjaga dan mempersiapkan ketersedian pangan telah melaksnakan kontrak dengan berbagai pihak untuk sekitar 916 ribu ton pada 2011. Jadi, hingga posisi akhir triwulan pertama 2011 sudah terealisasi sekitar 600 ribu ton dari volume kotrak itu.

Selain itu, pihak Bulog di daerah membeli beras petani, berapapun jumlahnya dan mengenai harga tentu disesuai dengan setiap wilayah. Soal harga beli beras petani akan disesuaikan dengan kualitas dan wilayah. Namun, petani yang bergabung dalam kelompok bisa langsung menjual ke Bulog.

Jika Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) langsung ke Bulog di wilayah masing-masing, tentu lebih pendek mata rantai distribusinya dan masyarakat tani bisa mendapatkan harga lebih baik. Secara harga pasaran dengan Bulog mungkin terdapat perbedaan yang selalu dijadikan ganjalan, padahal petani yang jual ke pedagang gilingan tingkat sentra belum tentu di atas harga pembelian pemerintah tersebut. Selama ini masih kurang petani menjual beras langsung ke Bulog, karena faktor tidak tau mekanismenya akibat terbatas informasi sampai ke bawah.

Selain itu, masih tingginya ketergantungan terhadap pedagang pengumpul gilingan di tingkat sentra karena bisa mendapat pinjaman modal. Persoalan yang dihadapi petani karena masih kurangnya kredit untuk petani sehingga tergantung pada pedagang pengumpul sulit dilepaskan.

Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) untuk menjual langsung ke Bulog. LDPM yang dikelola Gapoktan itu, selama ini membeli produksi beras petani di tingkat sentra, namun belum ada yang menjual langsung ke Bulog. Peluang kerja sama dengan BULOG -- bisa menjual langsung -- ini, tentu akan memperpendek distribusi penjualan dan petani bisa mendapatkan marginnya.

SIMPUL DAN MASUKAN
“Masih doyan nasi?”. Makna pertanyaan ini adalah apakah anda masih mau hidup! Diucapkan dalam sebuah gurauan atau dengan nada setengah mengancam. Urusan perut tidak sekedar urusan nasi. Analog, Bulog mengurus beras, tidak sekedar sebagai ganjal perut dan penyumpal mulut. Ternyata, urusan Bulog bisa mulai dari hulu hingga ke hilir, mulai dari sumber mata air sampai laut.

Untuk menyelenggarakan usaha logistik pangan pokok yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, Bulog bukan sebagai pemain tunggal, perlu kerja sama, koordinasi, keterpaduan dan dukungan dari berbagai pihak secara sinergis. 

Program/kegiatan Bulog bisa bersifat tipikal tiap tahun, tapi dalam bersikap proaktif dapat melakukan berbagai terobosan secara sinergis :
1.    Produksi pangan lebih rendah daripada pertumbuhan penduduk, perlu upaya kalkulasi yang akurat atas produksi pangan;
2.    Walau konsumsi penduduk masih rendah, pastikan pemakaian dalam negeri (untuk pakan, bibit/benih dan bahan olahan) mencukupi kebutuhan/permintaan;
3.    Antisipasi cuaca ekstrim atau adanya paceklik dengan memastikan stok atau cadangan dalam negeri kuat untuk mengantisipasi permintaan dan terutama mencegah spekulan;
4.    Dukungan pengendalian pemanfaatan ruang  yang diperuntukkan untuk kegiatan pertanian, sehingga dapat menjamin tingkat produksi pertanian, pada gilirannya akan meningkatkan produksi dan produktivitas pangan;
5.    Evaluasi manfaat gudang Bulog >30 tahun, lebih baik bangun baru di area sentra produksi daripada relokasi, terutama untuk mencegah penimbunan  pangan yang dilakukan importir;
6.    Perencanaan pangan cenderung berbasis produksi dan memperhatikan faktor lokal sebagai rangkaian dari mendorong gerakan ketahanan pangan lokal dan keluarga;
7.    Pedagang/spekulan lebih faham situasi pasar ketimbang Pemerintah, sehingga perlu dilakukan operasi pasar dan pembagian Raskin untuk mengendalikan harga beras;
8.    Mengelola kebijakan fiskal dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudent), untuk perdagangan pangan baik ekspor maupun impor; serta
9.    Menetapkan lahan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan melalui tata cara yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar