Senin, 17/03/2008 05:05
KORUPSI BERSUBSIDI vs
SUBSIDI BERKORUPSI
Untuk meraih gelar
koruptor klas teri pun butuh nyali, apalagi untuk menyandang koruptor klas
paus. Pada hakekatnya semua insan dikaruniai nafsu, makanya punya bakat,
insting dan naluri untuk melakukan tindak pidana korupsi. Bidang garap dan
ruang lingkup korupsi dimulai dari kondisi yang paling sederhana dan nyata.
Manusia dengan sengaja memasuki kategori agar bebas dari hukum Allah, antara
lain merasa belum umur atau aqil baliq, tertidur melebihi kapasitas dan jam
tidur orang sehat, lupa tak ingat tempat dan waktu terutyama tak ingat dirinya
sendiri, hilang ingatan secara permanen atau rekayasa genetika, dalam keadaan
darurat bak makan buah simalakama, dsb sesuai perkembangan nalar, logika, daya
pikir manusia.
Asal ingat saja, main
api atau main air, kecil terasa kurang, besar atau banyak malah belum
mengenyangkan, kata siapa. Sejelek-jeleknya manusia, tak terkecuali yang
panjang akal, memang tak mau mati kelaparan di atas tumpukan pangan. Utawa jauh
miskin di atas aliran dan timbunan uang. Maksud hati hanya minum seteguk air
samudera, memang seolah tak ada yang kehilangan. Maksud hati hanya sekedar
menggengam api, memang tak menghanguskan. Apalagi dekat sumber air atau sumber api
yang dapat diperbarui atau diregenerasi. Orang yang semula adem-ayem kerja di
lingkungan bawah, lama kelamaan daripada adem lebih baik sekalian basah kuyup.
Akhirnya orang bisa
menyiapkan secara dini kemungkinan korupsi. Korupsi diawali dari niat. Apapun
bisa dikorup. Bahkan perangkat atau pasal antikorup bisa dikorup. Pelaku
korupsi yang biasa disebut koruptor sangat beragam, tergantung keahliannya.
Dulu mana gula atau semut (hn).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar