Halaman

Sabtu, 11 Oktober 2014

BANJIR PENGEMIS CERMIN DIBELAH

BANJIR PENGEMIS CERMIN DIBELAH
16 Agustus 2011

Banjir pengemis tidak mengenal musim, tempat dan waktu. Maraknya pengemis jalanan pertanda adanya puncak gunung es kemiskinan di segala bidang. Fenomena kemiskinan tidak berdiri sendiri dan saling terkait dengan kegiatan berbangsa, bernegara, berpemerintahan dan bermasyarakat. Mulai dari pengentasan kemiskinan, PNPM Mandiri Perkotaan/Perdesaan, pro-poor, ada SNPK yang ditangani bersama antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Kegiatan produktif melalui Tridaya sudah lama digelar.

Tangan di atas (memberi) lebih mulia daripada tangan di bawah (meminta), sudah merupakan syiar agama Islam. Dalam prakteknya, rasa dan jiwa sosial menjadi barang langka. Paling runyam jika rasa persaudaraan, atau ukhuwah, hanya sebatas teori di atas kertas. Kepekaan, kedulian, daya tanggap, sikap acuh luntur tergerus zaman. Kalau ada hanya sebatas formalitas dan ritual. Ada tetangga kelaparan, lingkungan tak ambil pusing. Bahkan dalam satu Rukun Tetangga (RT) bisa terjadi konflik horizontal gara-gara rebutan “lahan basah”. Ada keluarga yang hidupnya senin-kemis, pihak RT tak mau tahu.

Jika umat Islam mau menyisihkan sebagian kecil rezekinya, dalam bentuk zakat, infaq atau sedejah (ZIS), diutamakan untuk mustahiq di sekeliling kita, atau satu RT, semua pihak yakin tak akan ada penduduk miskin. Umat Islam harus berani berkaca, - sebagai individu atau yang tertampung dalam wadah Muhammadiyah, NU - apakah kita berwajah orang yang peduli! Jangan hanya sibuk dengan dunia politik, kehdupan bermasyarakat pun harus digiatkan. Galang ZIS mulai dari tingkat lokal, tingkat RT, berdayakan BKM.

Jangan hanya saat Idul Fitri dan Idul Adha saja, umat Islam menampakkan kepedulian dan jiwa sosialnya. Pengemis atau rakyat miskin berebut ZIS sampai makan korban jiwa, ditayangkan oleh TV, siapa yang malu?  [HaeN].


Tidak ada komentar:

Posting Komentar