pesta demokrasi daripada Soeharto vs
bancakan, arisan kursi rezim reformasi
Anak bangsa pribumi nusantara berkemajuan, wajib bersyukur.
Betapa, berkat mulia hati, niat tulus tanpa pamrih kawanan manusia politik. Mengkorbankan
harga diri, masa depan, nasib lebih pilih menjadi pengabdi sebagai pegurus
negara.
Saat rakyat lelap malam, mereka berjuang memikirkan esok
hari mau dapat apa, bisa dapat apa. Kontrak politik memacu memicu langkah
praktis, taktis. Sekali sabet, dua tiga porsi terjangkau. Sekali gebrak, dua
tiga perkara masuk kantong pribadi.
Apakah sedemikiannya. Justru yang terjadi tapi klas
recehan. Modus gerilya politik klas petugas partai, tabu untuk diangkat menjadi
berita resmi pemerintah. Pengalihan isu memanfaatkan kemelut global. Kebijakan bertingkat
bisa saling meniadakan. Utamakan kepentingan yang menentukan nasib keterpilihan
sebagai penguasa.
Peran ganda penjual jasa dukungan dalam negeri
diantisipasi dengan ‘pola hujan merata’ atau babat alas tanam pohon unggulan anyar.
Semboyan negara adalah kita, bukti ringan bahwa watak manusia politik lebih
licik ketimbang serigala. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar