padahal berpolitik versi reformasi,
tak perlu moral
Kawanan politisi sipil di negara berkembang yang kian
berkembang berkelanjutan. Nasibnya tak jauh beda dengan kawanan, komplotan beda
aliran. Sama-sama doyan duit. Derajat tertentu, profil pejabat tak jauh beda
dengan sosok penjahat.
Sebut saja, ambil contoh tayangan Indonesia Lawak Club
(ILC). Adegan, acara, atraksi berbasis umpatan, makian, cacian plus bahasa
tubuh bak menggertak, menggonggong, menghardik. Berbahasa membabi buta. Banyak penggemar
sebagai fakta ringan anak bangsa pribumi sakit jiwa setengah badan.
Baku komen di medsos, dengan bahasa tulis yang hanya
milik kaum bebal. Tak layak disebutkan bagaimananya mereka. Mereka sendiri juga
tak tahu, mana tangan kanan mana tangan kirinya. Ujaran nista sebagai bukti,
indikasi isi hati. Efek domino, efek karambol maupun dampak negatif ber-rantai
melebih pronoragam, pornoaksi liwat media bebas. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar