penyelenggara negara tidak otomatis
pancasilais
Terlebih kawanan manusia politik
yang kontrak politik lima tahunan. Kariernya hanya di tubuh sebuah bentukan
bernama partai politik. Tidak ada sebutan kader partai tulen. Merintis dari
nol, merangkak dari papan bawah. Daripada antri, pihak kaya, kuat, kuasa
langsung mendirikan parpol. Dinasti politik memarakkan biang bencana politik
nusantara.
Bahan galian sila-sila Pancasila
tersedia 24 jam dikehidupan harian rakyat.
Menu Pancasila agar layak saji di meja penguasa, perlu perdebatan yang meninggalkan
adab berbangsa. Kapan praktiknya, hanya sopir bajaj. Karena tuntutan jabatan,
maka kian jauh dari rakyat akan berbanding lurus dengan mritili, mrutuli, mreteli,
mrotoli sila-sila Pancasila secara sistematis dan berkelanjutan. Derajat tertentu,
lima sila diaduk dengan kecepatan kepastian akan berwarna “merah”. Sang
dwiwarna merah-putih beralih menjadi merah total.
Ingat judul “pencemaran ideologi
Pancasila di tingkat penguasa”. Bukan kebetulan perjalanan nasib Pancasila
tergantung dari kadar kemanusiaan penguasa. Penguasa hasil piihan rakyat dan
atau penguasa kepercayaan penguasa di atasnya. Keterhubungan dan keselarasan (link
and match) antara panggung pendidikan politik lokal dengan dunia usaha
multinasional, industri politik global serta eksistensi ‘nasakom di dadaku’. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar