Halaman

Jumat, 28 Februari 2020

ketika cinta tanah air tinggal setetes


ketika cinta tanah air tinggal setetes

Bukan serba kebetulan, bukan dadakan, bukan iseng. Tapi ada pas dibutuhkan. Dikarenakan saat sedang simak buku “Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi”, Kemenristekdikti RI, Cetakan I, 2016 ada yang mengganjal mata.

Bermula ada kalimat: 
Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan bahan renungan yang menggugah kesadaran para pendiri negara, termasuk Soekarno ketika menggagas ide philosofische grondslag.” (halaman 6, alinea pertama)

Kalau cuma satu fakta tentang kiprah, konstribusi, kinerja Soekarno, terasa belum pas. Lanjut ke alinea terakhir halaman 27. Tersurat:
Presiden Soekarno pernah mengatakan, ”Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.” Pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa sejarah mempunyai fungsi penting dalam membangun kehidupan bangsa dengan lebih bijaksana di masa depan.

Berlanjut ke alinea akhir halaman 66 yang bersambung di dua baris pertama halaman 67. Tersurat:
Dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Misalnya pada masa pemerintahan presiden Soekarno, terutama pada 1960-an NASAKOM lebih populer daripada Pancasila. Pada zaman pemerintahan presiden Soeharto, Pancasila dijadikan pembenar kekuasaan melalui penataran P-4 sehingga pasca turunnya Soeharto ada kalangan yang mengidentikkan Pancasila dengan P-4. Pada masa pemerintahan era reformasi, ada kecenderungan para penguasa tidak respek terhadap Pancasila, seolah-olah Pancasila ditinggalkan.

Langsung loncat atau loncat langsung ke halaman 131. Tercetak, begini tulisannya:
e.            Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Megawati
Pada masa ini, Pancasila sebagai ideologi semakin kehilangan formalitasnya dengan disahkannya Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 yang tidak mencantumkan pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dari tingkat Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi.

Bukan sengaja, bukan tendensius. Terkait peruntukkan buku.

Tersebutkanlah bahwa presiden ke-7 RI pada periode I dan lanjut periode II berniat meluruskan sejarah kepancasilaan presiden ke-5 RI. Terbentuklah yang kemudian menjadi.

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar