Membaca Peluang Pasar LPG 3 kg
Khusus Orang Miskin
Bermula
dari Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Praktiknya
memakai bahasa ekonomi, pendekatan ekonomi komersial. Ambil contoh santai, Liquefied
Petroleum Gas (LPG) 3 kg atau dikenal dengan sebutan LPG melon. Penguasaan negara
termasuk penetapan harga jual. Termasuk besaran subsidi ter tahun anggaran.
Bank
Dunia mencatat, selama 15 tahun terakhir, Indonesia sudah membuat kemajuan pesat
dalam mengurangi tingkat kemiskinan, khususnya periode 2014-2019. Angka
kemiskinan mencapai angka "single digit". Indonesia
juga mengalami pertumbuhan kelas menengahnya dari 7% menjadi 20% dari total
penduduk yaitu sebanyak 52 juta orang.
Disebutkan
bahwa sebanyak 115 juta atau 45% masyarakat Indonesia berpotensi menjadi miskin
kembali. Mereka ini adalah orang yang telah keluar dari kemiskinan tetapi belum
mencapai tingkat ekonomi yang aman. Terlebih jika RI menggunakan kriteria Bank
Dunia membagi kelompok penduduk menjadi tiga bagian besar, yaitu 40 persen
terbawah, 40 persen menengah, dan 20 persen teratas.
Secara
awam, jika subsidi LPG 3 kg buat 115 juta rakyat bisa membuat tekor APBN. Kendati
secara politis, asumsi cikal bakal rakyat miskin 115 juta otomatis menjadi
subyek parpol wong-cilik. Kalkulasi politik yang menguntungkan untuk laga di
pilpres 2024.
Strategi jeli pemerintah dengan hukum semakin
mudah investor masuk nusantara akan berbanding lurus dengan perluasan,
pertambahan lapangan kerja. Lagi-lagi, seolah-olah membuka peluang tenaga kerja
Indonesia untuk jangan mau miskin lagi. Beralih ke frasa ‘menjadi penonton di
negeri sendiri’. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar