SMA nikah, reuni . . .
Sistem pendidikan nasional sukses
memetakan jenjang juang anak didik mulai PAUD hingga sampai program Strata 3
atau sederajat. Model gengsi, berkelas dunia, ambil dan sambil kuliah di luar
negeri. Beririsan dengan bonus demografi nusantara. Faktor ajar, belajar,
pembelajaran seumur-umur menjadikan anak bangsa pribumi begitu lahir sudah
berumur. Nasibnya sudah kebaca.
Persaingan hidup antar pesaing
menjadikan SDM nusantara tidak perlu pandai amat. Biaya atau anggaran pendidikan tersedia. Namun ongkos operasi dan
pemeliharaan wong-pintar masih mewah. Semakin pintar berbanding lurus
dengan membiaknya penyakit hati. Berdampak penyakit masyarakat kian eksis dengan aneka varian, versi. Cukup bisa
calistung. Menjadi bagian utama penebar dan penabur literasi anarkis.
Sama-sama mulai
dari nol. Kualifikasi keluarga sejahtera membuat stratifikasi keluarga. Potensi akademik anak berbarengan dengan potensi keuangan orang tua.
Status abg (anak bisa gaul) tampak seolah pandai-pandai membaca situasi. Langsung tancap gas. Gigi tiada duanya. Tahu-tahu tanpa sepengetahuannya. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar