pesta rakyat vs hajat penguasa
Selama hayat di kandung
badan. Selama hasrat masih ingin mempertahankan kekuasaan. Tak ayal lagi,
jalannya demokrasi – seperti pesta
demokrasi – sesuai skenario penguasa. Terjadilah birokrasi sipil berkelas dunia vs politik nusantara biaya global. Biaya politik mulai untuk membeli tiket agar
bisa ikut pemilu – loketnya khusus hanya ada di partai politik – sampai upaya
membeli suara pemilih. Ada tarif umum atau tarif khusus untuk sebuah kursi
kekuasaan.
Pengalaman
mengatakan, saat kampanye, politisi sipil dengan watak politiknya mematut diri, memposisikan
diri dan menampilkan diri sebagai pelayan yang setia. Begitu setelah berkuasa,
langsung, otomatis mempraktekkan diri sebagai bandar, penguasa
tunggal, majikan, tuan besar, juragan
yang seolah merasa sebagai penentu nasib pemilihnya.
Dinamika
demokrasi hanya sekedar memperebutkan kekuasaan yang sama. Bukan membalikkan keadaan. Bukan gubah-rubah-ubah total
konsepsi bernusantara. Cabut sampai ke akar-akarnya yang telah menggurita. Membuka peluang (kecuali modus korupsi).
Skenario
pihakan yang ingin pasca dua periode petugas partai, kaping pitu,
aman-aman. Bebas dari tuntut tanggung jawab,
tanggung gugat, tanggung renteng serta pertanggungan lainya. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar