ana sega ana upa vs ana upa ana sega
Sudah begitu
saja. Dindonesiakan malah kurang pas, nyaris tidak bunyi. Di tangan etnis
Madura paham orèng ngakan ghi’ bâdâ butèrra. ‘orang makan masih menyisakan butir nasinya’, kesalahan
atau kekurangan adalah sifat yang manusiawi.
Pakai logika awam, semua masalah
kehidupan akan mudah dicerna. Tidak perlu saling main tuding atau mencari
“bandot tua”. Juga bukan dengan gaya ‘ringan sama dijinjing, berat pikul
sendiri’. Salah rakyat mengapa terpukau,
terpikat, terkesima, gampang kagètan. Terjebak hanya pada kinclongnya
parpol pendukung. Tidak ada tanggung renteng.
Serbuan produk
makanan ringan dalam kemasan sampai warung rakyat. Kepala keluarga rumah tangga miskin, menjadi korban lambang
iklan status pria pejantan. Ahli hisap rokok. HET terjangkau dan
tersedia kapan saja.
Rakyat papan bawah, rakyat tapak tanah atau masyarakat kurang beruntung, sudah kebal. imun dengan tragedi kendil ngguling. Beda dengan penguasa, sangat alergi dengan kejadian perkara kasus kursi njomplang. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar