biar lambat asal masih ada yang bisa diembat
Masalah
untuk menetapkan bobot kesalahan, bukan sekedar penetapan pihak yang paling
layak bersalah. Atau tergantung pihak mana yang paling
sering melakukan kesalahan. Probabilitas atau peluang melakukan kesalahan serta
intensitas kesalahan.
Justru pihak yang telah
berbuat banyak untuk nusantara. Sebanyak itu pula aneka kesalahan yang sukses
terjadi. Namun semua bentuk kesalahan tadi masuk kategori dapat ditolerir.
Pun demikian, sedemikian
adanya. Semenjak anak bangsa pribumi nusantara tahu politik. Bahwasanya politik
menjadikan siapa saja bisa menjadi apa saja. Tak perlu modal paham ideologi. Pakai modal pendongkrak sampai modal pelicin.
Bukan kader partai bisa dapat nomor urut jadi, siap laga di pilkada,
pemilu legislatif bahkan pilkara atau pilpres.
Abai terhadap yang tersurat
maupun yang tersirat pada hukum tak tertulis, tidak masuk akal, tapi dapat
diterima akal sehat. Masih bisa diabaikan, direhabilitasi dengan model sanksi
sosial. Ketika terjadi toleransi hukum karena melihat siapa pihak yang berperkara,
siapa pihak yang jadi terdakwa. Bawah sadar sudah memupuk, menumpuk kiamat
lokal.
Jadi, lambat malah bebas
main embat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar