Halaman

Sabtu, 28 Januari 2017

Titik Kritis Dan Titik Balik Pergeseran Makna Azan



Titik Kritis Dan Titik Balik Pergeseran Makna Azan

Pertanda Zaman
Fiman Allah yang diabadikan dalam Al-Qur’an [QS Al Maa’idah (5) : 58] :  Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.”

Di zaman Rasulullah SAW saat dikumandangkan azan, ada pihak menjadikan azan sebagai ejekan dan permainan. Pihak saat itu tidak hanya orang atau oknum yang tidak menerima seruan menegakkan sholat, bahkan bisa datang dari suatu kaum atau bahkan bangsa.

Zaman sekarang, banyak pihak yang memanfaatkan gema azan bukan sebagai tanda pergantian waktu antar sholat atau tanda memasuki waktu sholat, bukan untuk bergegas sholat, khususnya di waktu pagi dan petang, tetapi untuk tanda atau fungsi lain.

Bagi manusia yang sibuk dengan urusan dunia untuk meraih sukses hidup, azan subuh sebagai tanda peringatan untuk bangun, bersiap berangkat kerja. Atau memperpanjang lelap, dengan dalih mengumpulkan enerji. Sholat subuh dilakukan sebelum berangkat kerja, dengan dalih lebih afdol sholat setelah bersih, kenyang dan siap kerja.  Azan ashar sebagai peringatan untuk mengurangi kecepatan kerja. Atau menambah enerji agar sampai ke azan isya. Peras keringat sesuai upah, patuh jam kerja, azan ashar sebagai tanda berhenti bekerja. Azan dhuhur sebagai tanda istirahat, di kantor sebagai tanda ishoma (istirahat, sholat, makan siang). Azan isya dinikmati di perjalanan pulang, sambil menikmati kemacetan.

Sholat berjama’ah di masjid, terasa berat, terlebih di waktu pagi dan waktu petang. Tersurat dalam [QS An Nuur (24) : 36] :  Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,”

Meraih Kemenangan
Setiap manusia wajib berusaha, namun jika mengacu lafadz Hayya 'alal falah dalam azan yang berarti "Mari meraih kemenangan", akan berubah pikiran. Lafadz tadi sesungguhnya sebagai seruan mengajak manusia menuju surga, karena keberuntungan, kemenangan, dan keselamatan hakiki adalah masuk surga dan selamat dari neraka. Selayaknya  manusia mengusahakan mendatangi masjid untuk shalat berjama'ah, atau minimal melakukan sholat berjama’ah di tempat kerja.

Kita wajib memahami bahwa sebelum memulai kewajiban panggilan profesi, mencari nafkah, menimba ilmu, atau aktivitas harian lainnya, hendaklah diawali dengan ibadah sholat (subuh). Setiap rokaat dalam sholat kita melakukan kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya. Serta mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri. Memohon jalan yang lurus, yaitu dimudahkan dan dilancarkan segala urusannya.

Sebesar apapun usaha manusia, seolah tak mengenal waktu, jika tidak untuk niat beribadah akan sia-sia. Memurnikan niat dan tujuan untuk beribadah, akan menjadikan seseorang bekerja total. Karena, kalaupun kemudian usahanya mengalami kegagalan atau tak kunjung sukses, setidaknya sudah mengantongi bagian pahala dari Allah SWT.

Betapa banyak, manusia yang sukses mencapai tujuan hidupnya, meraih cita-citanya, mewujudkan impiannya, namun kesuksesan itu tidak banyak mendatangkan manfaat kepada manusia lain, bahkan tidak juga untuk dirinya sendiri. Kesuksesan yang tidak menuju ke kemaslahatan umat.

Diharapkan setiap kesuksesan akan menjadikan pemiliknya menjadi manusia yang semakin bermanfaat bagi orang lain serta semakin dekat dengan Allah. Kesuksesan diawali dengan menyebut nama Allah, memurnikan niat untuk ibadah, mencontoh yang terbaik (Rasulullah), serta mengawalinya dengan ibadah (sholat). Jika hal itu sudah dipenuhi maka akan terealisasi dengan bukti yang nyata (sukses), bahwa Islam itu rahmatan lil 'alamin. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar