Titik Kritis Dan Titik Balik Pergeseran Makna Azan
Pertanda Zaman
Fiman Allah yang diabadikan dalam Al-Qur’an [QS Al Maa’idah
(5) : 58] : “Dan
apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka
menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka
benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.”
Di zaman Rasulullah SAW saat dikumandangkan azan, ada
pihak menjadikan azan sebagai ejekan dan permainan. Pihak saat itu tidak hanya
orang atau oknum yang tidak menerima seruan menegakkan sholat, bahkan bisa
datang dari suatu kaum atau bahkan bangsa.
Zaman sekarang, banyak pihak yang memanfaatkan gema azan bukan sebagai tanda pergantian waktu antar sholat atau
tanda memasuki waktu sholat, bukan untuk bergegas sholat, khususnya di waktu
pagi dan petang, tetapi untuk tanda atau fungsi lain.
Bagi
manusia yang sibuk dengan urusan dunia untuk meraih sukses hidup, azan subuh
sebagai tanda peringatan untuk bangun, bersiap berangkat kerja. Atau memperpanjang
lelap, dengan dalih mengumpulkan enerji. Sholat subuh dilakukan sebelum
berangkat kerja, dengan dalih lebih afdol sholat setelah bersih, kenyang dan
siap kerja. Azan ashar sebagai
peringatan untuk mengurangi kecepatan kerja. Atau menambah enerji agar sampai
ke azan isya. Peras keringat sesuai upah, patuh jam kerja, azan ashar sebagai
tanda berhenti bekerja. Azan dhuhur sebagai tanda istirahat, di kantor sebagai
tanda ishoma (istirahat, sholat, makan siang). Azan isya dinikmati di
perjalanan pulang, sambil menikmati kemacetan.
Sholat berjama’ah di masjid, terasa berat, terlebih di
waktu pagi dan waktu petang. Tersurat dalam [QS An Nuur (24) : 36] : “Bertasbih
kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk
dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,”
Meraih Kemenangan
Setiap manusia wajib berusaha,
namun jika mengacu lafadz Hayya 'alal falah dalam azan yang berarti
"Mari meraih kemenangan", akan berubah pikiran. Lafadz tadi sesungguhnya
sebagai seruan mengajak manusia menuju surga, karena keberuntungan, kemenangan,
dan keselamatan hakiki adalah masuk surga dan selamat dari neraka. Selayaknya manusia mengusahakan mendatangi masjid untuk
shalat berjama'ah, atau minimal melakukan sholat berjama’ah di tempat kerja.
Kita wajib memahami
bahwa sebelum memulai kewajiban panggilan profesi, mencari nafkah, menimba
ilmu, atau aktivitas harian lainnya, hendaklah diawali dengan ibadah sholat
(subuh). Setiap rokaat dalam sholat kita melakukan kepatuhan
dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah,
sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai
kekuasaan yang mutlak terhadapnya. Serta mengharapkan
bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan
dengan tenaga sendiri. Memohon jalan yang lurus, yaitu dimudahkan dan
dilancarkan segala urusannya.
Sebesar apapun usaha manusia, seolah
tak mengenal waktu, jika tidak untuk niat beribadah akan sia-sia. Memurnikan
niat dan tujuan untuk beribadah, akan menjadikan seseorang bekerja total.
Karena, kalaupun kemudian usahanya mengalami kegagalan atau tak kunjung sukses,
setidaknya sudah mengantongi bagian pahala dari Allah SWT.
Betapa banyak, manusia yang
sukses mencapai tujuan hidupnya, meraih cita-citanya, mewujudkan impiannya, namun
kesuksesan itu tidak banyak mendatangkan manfaat kepada manusia lain, bahkan
tidak juga untuk dirinya sendiri. Kesuksesan yang tidak menuju ke kemaslahatan
umat.
Diharapkan setiap kesuksesan akan
menjadikan pemiliknya menjadi manusia yang semakin bermanfaat bagi orang lain serta
semakin dekat dengan Allah. Kesuksesan diawali dengan menyebut nama Allah,
memurnikan niat untuk ibadah, mencontoh yang terbaik (Rasulullah), serta
mengawalinya dengan ibadah (sholat). Jika hal itu sudah dipenuhi maka akan
terealisasi dengan bukti yang nyata (sukses), bahwa Islam itu rahmatan lil
'alamin. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar