Gonjang-Ganjing Kampus, Barometer Stabilitas Nasional vs
Tolok Ukur Kematangan Jiwa
Mengacu perspektif psikologi perkembangan, maka batasan usia
mahasiswa, ternyata baru beranjak dari batasan usia anak-anak di bawah umur, memasuki kelompok
usia pemuda (18-65 tahun, WHO). Secara
yuridis dianggap dewasa. Ditengarai memenuhi syarat mempunyai KTP, mencari SIM;
sebagai pemilih pada pemilu, dll.
Sebagai peserta didik pada jenjang perguruan tinggi, maka
seorang mahasiswa mengalami proses pematangan potensi diri fisik dan potensi diri
psikis. Asupan ilmu pengetahuan, lebih ke arah menumbuhkembangkan potensi diri
psikis. Agaknya, selama ini seolah hanya fokus pada Intelegent Quotient (IQ) atau kecerdasan intelektual.
Selain menggali
potensi IQ, diharapkan secara sinergi juga mematangkan Emosi Quottient (EQ)
atau kecerdasan emosi, Adversity quotient (AQ) Atau kecerdasan dalam menghdapi
kesulitan, Spiritual Quotient (SQ) atau kecerdasan spiritual.
Sedangkan potensi diri fisik, seolah dibiarkan perkembangan sebagai hak
individu. Sebagai produk atau olahan sampingan dari menumbuhkembangkan potensi diri
psikis. Idealnya berjalan paralel.
Mengingat biaya pendidikan, mau tak mau mahasiswa
dituntut untuk tepat waktu. Praktik Tridharma (pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat) serta asas lulusan yang siap pakai, siap kerja,
menjadi beban psikologi mahasiswa. Latar belakang mahasiswa yang sangat
heterogen, menjadikan dinamika kehidupan kampus.
Gonjang-ganjing kampus memang tidak bisa lepas, steril, netral dari gejolak
pemerintah sebagai penentu kebijakan pendidikan tinggi.. Bisa juga karena ada
konflik internal. Rasa superioritas antar jurusan, antar fakultas atau antar
kegiatan organisasi kemahasiswaan. Apakan derajat keilmuan mahasiswa berbanding
lurus dengan kematangan jiwanya, menarik untuk dikaji.
Kepedulian kampus terhadap perkembangan kondisi pemerintah menyebabkan kampus
bisa sebagai barometer stabilitas negara. Sejarah membuktikan, kegerahan
politik akibat ulah penyelenggara negara yang sudah tidak lagi amanah, bisa
menyebabkan kampus turun tangan, turun ke jalan.
Jangan lupa, manuver ideologi dan politik praktis yang menyambangi kampus,
menjadikan kondisi kampus tidak seperti dulu lagi. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar