Halaman

Jumat, 13 Januari 2017

Mulanya Kelola Pulau Saja



Mulanya Kelola Pulau Saja

Dengan dalih melaksanakan agenda Rencana Pembangunan Lima Tahun (repelita), di zaman Orde Baru, pemerintah saat itu membuat instrumen hukum (legal instrument) yang dimulai dengan menetapkan UU 1/ 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA), kemudian disusul dengan UU 6/1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Singkat riwayat, pintu investasi asing dan swasta untuk mendapat konsési hutan terbuka lebar. Pemilik modal asing berduyun-duyun menanamkan modalnya di Indonesia.

Sejak saat itu, para investor diberi izin untuk menebang hutan.  Dikenal dengan sebutan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Konsési HPH berlaku untuk hutan di luar Jawa, terutama hutan di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan. Dukungan pemerintah disertai dengan dibekukannya hak-hak masyarakat adat pada tahun 1970-an.

Efek domino HPH, meskipun banyak HPH yang berhenti beroperasi karena berbagai alasan. Pada masa pasca Orde Baru, tingkat deforestasi justru semakin tinggi. Kita mengenal penggundulan hutan, pembabatan hutan atau maraknya illegal logging. Keberadan hutan Indonesia terus terancam oleh deforestasi dan degradasi hutan yang disebabkan oleh kebakaran hutan atau karhutla, legal logging dan illegal logging.

Semangat otonomi daerah berdampak pada laju deforestasi. Munculnya konflik lahan di berbagai daerah dan provinsi,  disebabkan oleh isu hak-hak hutan adat, otonomi dan desentralisasi pengelolaan sumber daya alam. Jika pada 2016 karhutla kembali terjadi, dipastikan ada kekuatan konglomerasi, sindikasi yang bermain.

Rantai kebakaran hutan dimulai dari klaim lahan, tebas dan pembersihan, pembakaran, dan penanaman sawit atau akasia. Aktor-aktor yang terhubung dengan kegiatan pembalakan liar merupakan aktor kunci yang mengetahui wilayah-wilayah yang ‘belum ada pemilik’ atau ditinggalkan ‘pemilik’nya seperti lahan eks-HPH (openaccess). (sumber:  https://www.researchgate.net/publication/294721273)

Analog dengan HPH, jika kita renungkan berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi jika asing kelola pulau. Awalnya hanya kelola saja. Waktu kelola yang melebihi periode jabatan kepala daerah, menjadi masalah tersendiri. Bagaimana bentuk pemantauan dan pengendalian untuk mengetahui adanya praktik menyimpang sejak dini. Kalau kelola pulau dalam bentuk otoritas, semakin menambah beban pemerintah daerah. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar