Halaman

Minggu, 01 Januari 2017

regenerasi koruptor kawan partai vs mental generasi “plung lap”



regenerasi koruptor kawan partai vs mental generasi “plung lap

Jangan salahkan pendidikan politik, jangan tuding revolusi mental ternyata nyatanya tidak ampuh, kurang mujarab, belum manjur, tak terasa cesplengnya untuk mencegah tangkal perilaku korup.

Jika di periode 2014-2019 masih terjadi kasus korupsi atau KKN, salahkan oknumnya. Jangan kambing hitamkan sistemnya.

Namun, ada eloknya kita simak berita dengan judul serta saya kutip 3(tiga) alenia pertama :

370 Pejabat Dipenjara, Jokowi: Pemberantasan Korupsi Belum Berhasil
(sumber : http://www.ti.or.id/index.php/news/2016/12/02/370-pejabat-dipenjara-jokowi-pemberantasan-korupsi-belum-berhasil)
Jumat, 02 Desember 2016 11:34:09 | Berita | (52 view)
Presiden Joko Widodo kembali menegaskan komitmennya terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Dia menilai hingga saat ini upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi belum berhasil, karena masih banyak pejabat negara yang ditangkap karena terlibat kasus ini.

Data yang dipegang Jokowi mencatat hingga saat ini sudah ada 370 pejabat negara yang dipenjara karena kasus korupsi. Rinciannya sebanyak 122 orang anggota DPR dan DPRD, 25 menteri atau kepala lembaga, 4 duta besar, 7 komisioner, 17 gubernur, 51 bupati dan walikota, 130 pejabat eselon I sampai eselon III, serta 14 hakim.

Banyaknya pejabat negara yang telah dipenjara ini bukanlah sesuatu yang membanggakan. “Menurut saya semakin sedikit yang dipenjara, itu artinya kita semakin berhasil mencegah dan memberantas korupsi," kata Jokowi dalam keterangannya saat membuka Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) Tahun 2016 di Gedung Balai Kartini, Jakarta, Kamis (1/12).
- - - - -
Di lain berita, khususnya media daring, medsos atau apapun sebutannya, pemberitaan kesuksesan Jokowi-JK sedemikan mengundang decak kagum sesame negara ASEAN.

Katakan, korupsi atau KKN di Indonesia belum ada apa-apanya dibanding negara lain. Seperti harga BBM, upah buruh/pekerja, tentunya termasuk biaya politik. Indonesia secara konsisten mampu mengekspor TKW. Imbalannya TKA dari Tiongkok selain memang bebas visa macam turis, memang malah disiapkan gelaran karpet merah.

Sikap patriotik, heroik dari parpol terhadap petugasnya yang korupsi, langsung dipecat dari keanggotan serta hak-haknya dicabut.

Kita tidak berani berandai-andai, apakah generasi pewaris masa depan, jika melihat komposisi koruptor yang sudah dipenjara, menciutkan nyali mereka untuk mencari profesi, lapangan pekerjaan yang melahirkan koruptor. Sengaja masuk parpol yang potensial sebagai sarang koruptor. Walau masuk penjara, masih ada yang bisa “diamankan”. Namanya politik Nusantara. Bahasa politik lebih dominan dibanding bahasa hukum. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar