regenerasi koruptor kawan partai vs mental generasi
“plung lap”
Jangan salahkan pendidikan politik, jangan tuding
revolusi mental ternyata nyatanya tidak ampuh, kurang mujarab, belum manjur,
tak terasa cesplengnya untuk mencegah tangkal perilaku korup.
Jika di periode 2014-2019 masih terjadi kasus
korupsi atau KKN, salahkan oknumnya. Jangan kambing hitamkan sistemnya.
Namun, ada eloknya kita simak berita dengan judul
serta saya kutip 3(tiga) alenia pertama :
370 Pejabat Dipenjara, Jokowi: Pemberantasan Korupsi Belum Berhasil
(sumber : http://www.ti.or.id/index.php/news/2016/12/02/370-pejabat-dipenjara-jokowi-pemberantasan-korupsi-belum-berhasil)
Presiden Joko Widodo kembali menegaskan komitmennya
terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Dia menilai hingga saat ini
upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi belum berhasil, karena masih banyak
pejabat negara yang ditangkap karena terlibat kasus ini.
Data yang dipegang Jokowi mencatat hingga saat ini sudah
ada 370 pejabat negara yang dipenjara karena kasus korupsi. Rinciannya sebanyak
122 orang anggota DPR dan DPRD, 25 menteri atau kepala lembaga, 4 duta besar, 7
komisioner, 17 gubernur, 51 bupati dan walikota, 130 pejabat eselon I sampai
eselon III, serta 14 hakim.
Banyaknya pejabat negara yang telah dipenjara ini
bukanlah sesuatu yang membanggakan. “Menurut saya semakin sedikit yang
dipenjara, itu artinya kita semakin berhasil mencegah dan memberantas
korupsi," kata Jokowi dalam keterangannya saat membuka Konferensi Nasional
Pemberantasan Korupsi (KNPK) Tahun 2016 di Gedung Balai Kartini, Jakarta, Kamis
(1/12).
- - - - -
Di lain berita, khususnya media daring, medsos atau
apapun sebutannya, pemberitaan kesuksesan Jokowi-JK sedemikan mengundang decak
kagum sesame negara ASEAN.
Katakan, korupsi atau KKN di Indonesia belum ada apa-apanya
dibanding negara lain. Seperti harga BBM, upah buruh/pekerja, tentunya termasuk
biaya politik. Indonesia secara konsisten mampu mengekspor TKW. Imbalannya TKA
dari Tiongkok selain memang bebas visa macam turis, memang malah disiapkan
gelaran karpet merah.
Sikap patriotik, heroik dari parpol terhadap
petugasnya yang korupsi, langsung dipecat dari keanggotan serta hak-haknya
dicabut.
Kita tidak berani berandai-andai, apakah generasi
pewaris masa depan, jika melihat komposisi koruptor yang sudah dipenjara,
menciutkan nyali mereka untuk mencari profesi, lapangan pekerjaan yang
melahirkan koruptor. Sengaja masuk parpol yang potensial sebagai sarang
koruptor. Walau masuk penjara, masih ada yang bisa “diamankan”. Namanya politik
Nusantara. Bahasa politik lebih dominan dibanding bahasa hukum. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar