konten tidak
sehat di dunia maya, produk tidak sehat penderita tunalaras
Masyarakat di kota Wonosobo, Solo, Surabaya, Bandung,
Semarang, Jakarta, ahad 8 Januari 2017, mendeklarasikan masyarakat anti-hoax. Bertujuan untuk mengurangi konten
tidak bermanfaat di dunia maya.
Kemajuan zaman memang tidak identic dengan kemajuan
peradaban. Pernah ada cita-cita bangsa untuk tinggal landas. Tak kurang
jumlahnya anak bangsa yang betah tertinggal di landasan. Bumi yang dipijaknya,
lingkungan yang bisa dijelajahinya adalah dunianya. Hidup dan merasa eksis di
dunia maya, bukan ciri generasi pewaris masa depan.
Secara politik, banyak anak bangsa yang masih mimpi di
dunia maya. Merasa nikmatnya kejayaan masa lampau dan ingin mengulanginya. Mendaur
ulang kesuksesan nenek moyangnya. Merasa nyaman di mimpi poltiknya.
Kembali ke PP 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa,
dijelaskan kalau Tuna laras adalah gangguan atau hambatan atau kelainan tingkah laku
sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Mungkin definisi tuna
laras masih valid dengan kondisi sekarang. Negara Indnesia yang serba multi, bisa-bisa
dan memang bisa melahirkan generasi pemilik atau penyandang Kelainan Ganda (adalah
gabungan kelainan fisik dan mental).
Wajar jika ada manusia
memanfaatkan situasi. Belajar dari fakta sejarah dunia, negara pencipta alat
perang sekaligus merekayasa konflik dunia. Agar senjatanya laku.
Pelaku hoax, mereka lebih dahsyat, heboh dan
mencengangkan lagi. Dari dua pihak yang sedang konflik, pe-hoax membela keduanya. Dari pihak pertama mendapat bayaran untuk “menyerang’
pihak kedua. Upah dari pihak kedua bisa untuk “menerang” pihak pertama. Jangan disamakan
dengan kader kutu loncat antar partai politik. Atau malah mendirikan parpol
baru, yang tidak kemana pun.
Pe-hoax selain penyandang tunalaras maupun kelainan ganda, secara sadar
diri menistakan diri sendiri. Melacurkan hati nuraninya. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar