Dakwah Islam dan Langkah
Antisipatif Terhadap Gerakan Nasakom Tanpa Bentuk
Akibat pergaulan bebas
politik dalam negeri NKRI, mulai bebas mendirikan partai politik, organisasi
kemasyarakatan sampai bebas ber-‘bahasa politik’. Setiap tindak dan ucap dari
politisi sipil, pengelengara negara dari unsur partai politik, terlebih oknum
ketua umum partai politik, tidak bisa dipidana.
Jika pencemaran
nama baik; produsen/penyebar berita bohong (hoax);
perbuatan tidak menyenangkan; kelakuan merugikan negara; pelaku ujaran kebencian,
fitnah, dan provokatif; bahkan penista agama oleh beda akidah, karena atas nama
‘bahasa politik’ menjadi sah, legal dan konstitusional. Kecuali kalau
tertangkap tangan, kepergok, sedang mabuk kursi, kegrebek razia satpol PP, atau
sedang bernasib apes, sial lainnya. Atau terjegal pasal tindak pidana lainnya.
TANTANGAN PENGUASA
Seperti sudah kehendak sejarah dan suratan nasib. Bangsa Indonesia
tidak hanya sekedar mendapat teror minoritas atas mayoritas. Tidak sekedar
menjadi obyek stigma pemakar, gerakan radikal, terorisme atau anti perubahan
berkemajuan. Tepatnya, kejadian penistaan agama mengilhami umat Islam untuk
menista agamanya sendiri. Tidak sekedar saling mengkafirkan.
Memang tidak bisa dipersalahkan, jika ada anak bangsa
yang menjadikan politik sebagai agama. Ingat politik adalah panglima. Bahasa politik
mendominasi kehidupan berbangsa, bernegara dab bermasyarakat. Kalau perlu
memposisikan bahasa politik di atas bahasa langit. Mereka lebih loyal, patuh,
taat, tunduk pada kebijakan partai. Hak prerogative yang disandang oknum ketua
umum sebauah partai politik, menjadikan ucapannya adalah hukum. Kebijakan tertulisnya
adalah perintah.
Akankah umat Islam ikut terombang-ambing kemelut politik,
masuk gejolak pusaran politik yang menganggap lawan politik harus dibasmi di
tempat. Daya, semangat dan kinerja ideologi umat Islam. Islam dan
agama Islam di Indonesia selalu diuji oleh sistem politik, khususnya sebagai
negara multipartai. Bukan pada banyaknya partai politik berlabel Islam sebagai
pertanda melek politik atau matangnya jiwa politik. Bukan pula pada banyaknya
tokoh beragama Islam yang ikut pesta demokrasi, khususnya pemilihan umum legislatif.
Atau menjajal diri ikut pilkada. Juga bukan pada eksisnya organisasi
kemasyarakatan Islam yang berkiprah di bidang kehidupan umat.
MANTAPKAN DIRI
Umat
Islam belum menyadari akan arti penduduk mayoritas beragama Islam. Makna
demokrasi berdasarkan perolehan suara terbanyak yang menentukan pemenang, tidak
diantisipasi dengan cerdas. Kursi kekuasaan sebagai tujuan utama, tidak melihat
hakikat dari amanahnya. Ironisnya, konflik internal di tubuh partai Islam,
seperti menjadi menu politik. Sebagai bukti dinamika partai yang tidak pernah
surut.
Kembali
ke judul, artinya umat Islam selain harus merapatkan barisan, memperokoh persatuan
dan kesatuan, juga wajib memperkuat keilmuan maupun keislaman diri. Antar umat
Islam agar tetap saling mengingatkan. Kita simak firman Allah pada kitab Al Qur'an
(QS Al Dzariyat [51]:55) : "Dan tetaplah memberi peringatan, karena
sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman".
Memberi peringatan merupakan bentuk lain dari nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (lihat surat Al ‘Ashr).
Bagaimana
dengan ikhtiar dakwah. Al Qur'an telah menetapkan dasar dakwah
dan sikap Islam terhadap pihak lain. Minimal dapat kita acu pada wahyu Allah
lewat Al Qur'an pada (QS An Nahl [16]:125) : "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.”
Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat
membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Akankah sedemikan ikhwal anak bangsa menjadikan politik
sebagai agama baru. Atau bahasa jelasnya, mungkinkah paham antimonotéis yang lebih dahsyat dan heboh daripada atéis semakin menjadi-jadi dan merajalela.
DINAMIKA
POLITIK
Dimensi politik
Nusantara semakin kehilangan jati diri dan citra diri. Mau dibawa kemana
Inddonesia ini. Membanggakan jasa nenek moyangnya sepertinya sebagai wujud atau
sarana untuk memulihkan bentuk politik ke masa lalu. Kemesraan antar parpol
ingin dibangun kembali, khususnya Nasakom di zaman Orde Lama.
Bangga dengan
istilah keren, yang harus kita pahami berkat kamus resmi bahasa Indonesia. Mau
komplit atau yang terang-benderang boleh pakai kamus politik. Dimulai ada
istilah rékonsiliasi/ n perbuatan memulihkan persahabatan atau
keserasian hubungan, sesuai KBBI.
Namanya ideologi,
tentu tak akan sirna atau tak ada matinya. Secara formal PKI dilarang beredar
di NKRI (lihat Tap MPRS XXV/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indoesia …
dst). Terlebih jika sudah banyak rakyat yang merasa nikmat dibawah naungan
kebijakan PKI yang seolah pro-rakyat papan bawah.
Satu dari tiga faktor pertimbangan Tap MPRS XXV/1966 adalah
: Bahwa orang-orang dan golongan-golongan di Indonesia yang menganut faham atau
ajaran Komunisme/Marxisme-Lenninisme, khususnya Partai Komunis Indonesia, dalam
sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia telah nyata-nyata terbukti beberapa kali
berusaha merobohkan kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia yang sah dengan
jalan kekerasan.
Kembali tengok
Pemilu 1955.
Hasil Pemilu 1955 untuk anggota DPR. PKI (Partai Komunis
Indonesia) masuk 4 besar. Mendapat 6.179.914 suara atau 16,36% dari total suara
sah masuk 37.785.299 pemilih. Memperoleh 39 dari 257 total kursi anggota DPR.
Hasil Pemilu 1955 untuk anggota Konstituante. PKI (Partai
Komunis Indonesia) masuk 4 besar. Mendapat 6.232.512 suara atau 16,47% dari
total suara sah masuk 37.785.299 pemilih. Memperoleh 80 dari 514 total kursi
anggota Konstituante.
Jangan katakan,
sekarang berapa sedikit simpatisan partai palu arit. Mereka bisa meneruskan
tradisinya untuk mengakar di wadah apa saja. Wujud negara multipartai,
kesenjangan sosial, disparitas atau ketimpangan, kesenjangan, kepicangan
pembangunan nasional atau agenda politik periodic lima tahunan, menjadi pintu
masuk dan penyubur gerakan komunis. Komunis sebagai sebuah paham, idelogi,
pandangan hidup, pikiran atau gaya hidup, selain harus diantisipasi modus
operandinya, juga harus dicegah tangkal
dengan perkuatan ilmu agama Islam.
LANGKAH NYATA
Mengandalkan pendidikan
formal ilmu agama Islam. Dirasa masih jauh dari memadai. Gerakan komunis
merupakan gerakan masif, 24 jam dan tentunya menghalalkan segala pasal, cara
dan kaidah. Terlebih Indonesia semakin akrab, mesra dan berkiblat ke negera
tertentu. Islam memang menjadi agama di setiap masa, waktu, zaman dan menjadi
agama disemua tempat di muka bumi ini atau shalihun
li kulli zamân wa makân.
Artinya, gerakan
syi’ar, dakwah bisa dilakukan di mana saja, kapan saja. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar