Halaman

Kamis, 12 Januari 2017

Dakwah Islam dan Langkah Antisipatif Terhadap Gerakan Nasakom Tanpa Bentuk



Dakwah Islam dan Langkah Antisipatif Terhadap Gerakan Nasakom Tanpa Bentuk

Akibat pergaulan bebas politik dalam negeri NKRI, mulai bebas mendirikan partai politik, organisasi kemasyarakatan sampai bebas ber-‘bahasa politik’. Setiap tindak dan ucap dari politisi sipil, pengelengara negara dari unsur partai politik, terlebih oknum ketua umum partai politik, tidak bisa dipidana.

Jika pencemaran nama baik; produsen/penyebar berita bohong (hoax); perbuatan tidak menyenangkan; kelakuan merugikan negara; pelaku ujaran kebencian, fitnah, dan provokatif; bahkan penista agama oleh beda akidah, karena atas nama ‘bahasa politik’ menjadi sah, legal dan konstitusional. Kecuali kalau tertangkap tangan, kepergok, sedang mabuk kursi, kegrebek razia satpol PP, atau sedang bernasib apes, sial lainnya. Atau terjegal pasal tindak pidana lainnya.

TANTANGAN PENGUASA
Seperti sudah kehendak sejarah dan suratan nasib. Bangsa Indonesia tidak hanya sekedar mendapat teror minoritas atas mayoritas. Tidak sekedar menjadi obyek stigma pemakar, gerakan radikal, terorisme atau anti perubahan berkemajuan. Tepatnya, kejadian penistaan agama mengilhami umat Islam untuk menista agamanya sendiri. Tidak sekedar saling mengkafirkan.

Memang tidak bisa dipersalahkan, jika ada anak bangsa yang menjadikan politik sebagai agama. Ingat politik adalah panglima. Bahasa politik mendominasi kehidupan berbangsa, bernegara dab bermasyarakat. Kalau perlu memposisikan bahasa politik di atas bahasa langit. Mereka lebih loyal, patuh, taat, tunduk pada kebijakan partai. Hak prerogative yang disandang oknum ketua umum sebauah partai politik, menjadikan ucapannya adalah hukum. Kebijakan tertulisnya adalah perintah.

Akankah umat Islam ikut terombang-ambing kemelut politik, masuk gejolak pusaran politik yang menganggap lawan politik harus dibasmi di tempat.  Daya, semangat dan kinerja ideologi umat Islam. Islam dan agama Islam di Indonesia selalu diuji oleh sistem politik, khususnya sebagai negara multipartai. Bukan pada banyaknya partai politik berlabel Islam sebagai pertanda melek politik atau matangnya jiwa politik. Bukan pula pada banyaknya tokoh beragama Islam yang ikut pesta demokrasi, khususnya pemilihan umum legislatif. Atau menjajal diri ikut pilkada. Juga bukan pada eksisnya organisasi kemasyarakatan Islam yang berkiprah di bidang kehidupan umat.
MANTAPKAN DIRI
Umat Islam belum menyadari akan arti penduduk mayoritas beragama Islam. Makna demokrasi berdasarkan perolehan suara terbanyak yang menentukan pemenang, tidak diantisipasi dengan cerdas. Kursi kekuasaan sebagai tujuan utama, tidak melihat hakikat dari amanahnya. Ironisnya, konflik internal di tubuh partai Islam, seperti menjadi menu politik. Sebagai bukti dinamika partai yang tidak pernah surut.

Kembali ke judul, artinya umat Islam selain harus merapatkan barisan, memperokoh persatuan dan kesatuan, juga wajib memperkuat keilmuan maupun keislaman diri. Antar umat Islam agar tetap saling mengingatkan. Kita simak firman Allah pada kitab Al Qur'an (QS Al Dzariyat [51]:55) : "Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman".

Memberi peringatan merupakan bentuk lain dari nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (lihat surat Al ‘Ashr).

Bagaimana dengan ikhtiar dakwah. Al Qur'an telah menetapkan dasar dakwah dan sikap Islam terhadap pihak lain. Minimal dapat kita acu pada wahyu Allah lewat Al Qur'an pada  (QS An Nahl [16]:125) : "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

Akankah sedemikan ikhwal anak bangsa menjadikan politik sebagai agama baru. Atau bahasa jelasnya, mungkinkah paham antimonotéis yang lebih dahsyat dan heboh daripada atéis semakin menjadi-jadi dan merajalela.

DINAMIKA POLITIK
Dimensi politik Nusantara semakin kehilangan jati diri dan citra diri. Mau dibawa kemana Inddonesia ini. Membanggakan jasa nenek moyangnya sepertinya sebagai wujud atau sarana untuk memulihkan bentuk politik ke masa lalu. Kemesraan antar parpol ingin dibangun kembali, khususnya Nasakom di zaman Orde Lama.

Bangga dengan istilah keren, yang harus kita pahami berkat kamus resmi bahasa Indonesia. Mau komplit atau yang terang-benderang boleh pakai kamus politik. Dimulai ada istilah rékonsiliasi/ n perbuatan memulihkan persahabatan atau keserasian hubungan, sesuai KBBI.

Namanya ideologi, tentu tak akan sirna atau tak ada matinya. Secara formal PKI dilarang beredar di NKRI (lihat Tap MPRS XXV/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indoesia … dst). Terlebih jika sudah banyak rakyat yang merasa nikmat dibawah naungan kebijakan PKI yang seolah pro-rakyat papan bawah.

Satu dari tiga  faktor pertimbangan Tap MPRS XXV/1966 adalah : Bahwa orang-orang dan golongan-golongan di Indonesia yang menganut faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Lenninisme, khususnya Partai Komunis Indonesia, dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia telah nyata-nyata terbukti beberapa kali berusaha merobohkan kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia yang sah dengan jalan kekerasan.

Kembali tengok Pemilu 1955.
Hasil Pemilu 1955 untuk anggota DPR. PKI (Partai Komunis Indonesia) masuk 4 besar. Mendapat 6.179.914 suara atau 16,36% dari total suara sah masuk 37.785.299 pemilih. Memperoleh 39 dari 257 total kursi anggota DPR.

Hasil Pemilu 1955 untuk anggota Konstituante. PKI (Partai Komunis Indonesia) masuk 4 besar. Mendapat 6.232.512 suara atau 16,47% dari total suara sah masuk 37.785.299 pemilih. Memperoleh 80 dari 514 total kursi anggota Konstituante.

Jangan katakan, sekarang berapa sedikit simpatisan partai palu arit. Mereka bisa meneruskan tradisinya untuk mengakar di wadah apa saja. Wujud negara multipartai, kesenjangan sosial, disparitas atau ketimpangan, kesenjangan, kepicangan pembangunan nasional atau agenda politik periodic lima tahunan, menjadi pintu masuk dan penyubur gerakan komunis. Komunis sebagai sebuah paham, idelogi, pandangan hidup, pikiran atau gaya hidup, selain harus diantisipasi modus operandinya,  juga harus dicegah tangkal dengan perkuatan ilmu agama Islam.

LANGKAH NYATA
Mengandalkan pendidikan formal ilmu agama Islam. Dirasa masih jauh dari memadai. Gerakan komunis merupakan gerakan masif, 24 jam dan tentunya menghalalkan segala pasal, cara dan kaidah. Terlebih Indonesia semakin akrab, mesra dan berkiblat ke negera tertentu. Islam memang menjadi agama di setiap masa, waktu, zaman dan menjadi agama disemua tempat di muka bumi ini atau shalihun li kulli zamân wa makân.



Artinya, gerakan syi’ar, dakwah bisa dilakukan di mana saja, kapan saja. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar