Halaman

Senin, 23 Januari 2017

Membangun Peradaban Lewat Nafas Harian Rakyat



Membangun Peradaban Lewat Nafas Harian Rakyat

Konon, polusi udara berbaur, saling lebur, bercampur aduk dengan polusi tuna ideologi. Pantauan pihak berwajib, berwenang mengindikasikan semua kejadian tidak berdampak pada tatanan maupun tingkatan kehidupan. Revolusi mental tetap jalan, seolah tidak ada kejadian apa-apa. Kalau ada, itu hanya riak kecil. Atau pihak yang tidak merasa nyaman dengan kemapanan pemerintah hingga akhir periode melakukan gerilya politik.

Kebijakan partai penguasa, efek pesta demokrasi dan negara multipartai, menjadikan hak individu rakyat terabaikan, tersia-siakan. Menutup peluang bahkan alergi, antipati terhadap daya aspirasi rakyat yang kritis dan rasional. Faham koléktivisme yang menjiwai  internal sebuah partai politik semakin menjadi-jadi. Semua ini dikarenkan platform partai adalah menerjemahkan hak konstitusional secara buta.

Peradaban politik Nusantara bersinggungan langsung dengan mahzab ekonomi bahwa uang memang bukan segala-galanya dan bukan tujuan pejuang ideologi, sekaligus diakui bahwa uang bisa untuk segala-galanya dalam mewujudkan tujuan.

Atmosfir dan udara bebas politik Nusantara, terbetik semua aliran ideologi tertampung bebas. Tidak ada filter, saringan, karantina atau daya cegah tangkal dari pemerintah. Semua diserahkan kepada atau atas permintaan pasar. Pemerintah bukannya tutup mata. Asyik sedang mesra-mesranya dengan negara besar yang memposisikan partai politik penguasa identik dengan negara. Kawan ketua umum adalah kepala negara, presiden atau sebutan yuridis lainnya.

Posisi rakyat tetap pada prinsipnya. Mereka tetap tekun mencari nafkah. Tidak terkontaminasi oleh kemelut politik. Mau ganti menteri tiap tahun, bukan urusan rakyat dan tidak berpengaruh pada daya beli masyarakat. Gojang-ganjing urusan dapur keluarga, disikapi dengan arif, bijak, legowo dan tanpa pamrih. Tetap sepi ing pamrih rame ing gawé. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar