Membangun Peradaban Lewat Nafas Harian Rakyat
Konon, polusi
udara berbaur, saling lebur, bercampur aduk dengan polusi tuna ideologi. Pantauan
pihak berwajib, berwenang mengindikasikan semua kejadian tidak berdampak pada
tatanan maupun tingkatan kehidupan. Revolusi mental tetap jalan, seolah tidak
ada kejadian apa-apa. Kalau ada, itu hanya riak kecil. Atau pihak yang tidak
merasa nyaman dengan kemapanan pemerintah hingga akhir periode melakukan
gerilya politik.
Kebijakan partai
penguasa, efek pesta demokrasi dan negara multipartai, menjadikan hak individu
rakyat terabaikan, tersia-siakan. Menutup peluang bahkan alergi, antipati terhadap daya
aspirasi rakyat yang kritis dan rasional. Faham koléktivisme yang menjiwai internal sebuah partai politik semakin
menjadi-jadi. Semua ini dikarenkan platform
partai adalah menerjemahkan hak konstitusional secara buta.
Peradaban politik Nusantara bersinggungan langsung dengan
mahzab ekonomi bahwa uang memang bukan segala-galanya dan bukan tujuan pejuang
ideologi, sekaligus diakui bahwa uang bisa untuk segala-galanya dalam mewujudkan
tujuan.
Atmosfir dan udara bebas politik Nusantara, terbetik
semua aliran ideologi tertampung bebas. Tidak ada filter, saringan, karantina
atau daya cegah tangkal dari pemerintah. Semua diserahkan kepada atau atas
permintaan pasar. Pemerintah bukannya tutup mata. Asyik sedang mesra-mesranya
dengan negara besar yang memposisikan partai politik penguasa identik dengan
negara. Kawan ketua umum adalah kepala negara, presiden atau sebutan yuridis
lainnya.
Posisi rakyat tetap pada prinsipnya. Mereka tetap tekun
mencari nafkah. Tidak terkontaminasi oleh kemelut politik. Mau ganti menteri
tiap tahun, bukan urusan rakyat dan tidak berpengaruh pada daya beli masyarakat.
Gojang-ganjing urusan dapur keluarga, disikapi dengan arif, bijak, legowo dan tanpa pamrih. Tetap sepi ing pamrih rame ing gawé. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar