Halaman

Minggu, 22 Januari 2017

mesin politik dan ketangguhan mental pengemban amanat



mesin politik dan ketangguhan mental pengemban amanat

Semarak, kemakmuran masjid tergantung jamaah. Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) lebih fokus mengurus kegiatan agama dan keagamaan dengan memanfaatkan ruang dan fasilitas yang ada di kompleks masjid. Kebutuhan dana dan anggaran mengandalkan zakat, amal, sedekah jamaah, penduduk sekitar masjid an sumber keuangan lainnya.

Yayasan secara de jure dan de facto mengoperasikan dan memelihara kemanfaatan masjid agar tetap terjaga. Sumber keuangan yayasan termasuk a.l pinjam dari DKM. Ketua DKM dipilih oleh Ketua RT dan perwakilan RT.

Mau tak mau, ketua dan anggota DKM adalah sosok yang sudah akrab, familiar dengan jamaah. Masjid di perumahan pada umumnya mempunyai jamaah lima waktu yang relatif tetap. Yayasan masjid agaknya lebih kearah profesionalisme. Berurusan dengan pihak luar, khususnya aparat daerah.

Antusias jamaah sangat beraneka ragam. Ada yang datang, tahiyatul masjid, diam tafakur. Usai salam sholat, bisa ikut doa mengikuti imam, bisa doa sendiri atau langsung berdiri nalik badan. Kotak amal diesdaikan sesuai dengan peruntukkannya.cara ini cukup efektif. Terbukti jika jelang sholat jum’at dibacakan masukan keuangan.

Kegiataan untuk jamaah antara lain majelis ilmu bakda subuh sabtu/ahad. Jamaah didominasi kaum lanjut usia. Ada yang bilang jiping atau ngaji kuping. Mendengarkan uraian ustad sambil bersandar di dinding masjid, mata setengah terpejam agar tampak fokus menyimak.

Mau tak mau, mesin masjid adalah para jamaah dan pengurus masjid. Masjid sejak zaman rasulullah memang multifungsi, multimanfaat, multiguna.

Bayangkan atau jangan bayangkan, keberadaan sebuah partai politik yang semata kejar kekuasaan, bagaimana mesin politik yang ideal. Mencapai tujuan yang sama, tidak otomatis sesama anggota partai saling mendukung, bersinerji. Persyaratan administrasi internal partai bagi anggota yang mau berstatus sebagai kandidat, cukup menyesakkan dada. Betapa kuasa sang pemilik utawa ketua umum parpol. Terlebih dengan embel-embel mempunyai hak prerogatif serta sederet hak istimewa lainnya.

Jangan heran kawan, “jamaah” parpol sangat beraneka ragam kepentingan. Ada yang “memakmurkan” masjid karena yakin imbalannya menggiurkan. Ada yang menumpang “kemakmuran” partai dengan mengorbankan harga diri dan jiwa raganya. Akankah basis ideologi parpol berupa nasionalisme, patriotisme, cinta tanah air sebatas format dan skala dunia, akan mampu mensejahterakan umat.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar