Halaman

Minggu, 22 Januari 2017

satu presiden dengan anekarupa dan serba citra



satu presiden dengan anekarupa dan serba citra

Kejadiannya memang tidak pernah terjadi. Tercatat dalam sejarah, ingatan, dan pitutur, piwulang dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Di era reformasi ini entah sudah turunan keberapa yang tetap percaya dengan kisah fantasi, fenomenal tersebut.

Bukan wayang purwa. Bukan wayang terkini. Tiap bangsa mempunyai legenda yang serupa tetapi tidak sebentuk. Di satu negara, “presiden” disesuaikan dengan jabatan tertinggi di daerahnya.kurang menarik. Dianggap mengada-ada, merekayasa, provokatif, ujaran kenistaan, berita bohong tapi resmi, mencemarkan nama-nama pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kesaksian sejarah malah seolah-olah tokoh, sosok, atau rekaan purwa rupa tersebut malah dianggap ada. Kalau tidak ada, dimirip-miripkan dengan kejadian yang sedang terjadi. Ironisnya, ada yang berharap munculnya Ratu Adil, timbulnya Satria Piningit. Tentunya melalui wangsit. Bukan dukun tiban. Dukun pengganda uang dan pengganda kepercayaan masyarakat.

Para pemuja dan pemuji hari ini,yang percaya tidak ada hari akhir, sepakat tanpa mufakat, untuk menetapkan siapa figur dimaksud. Tiba-tiba, banyak anak bangsa dari segala jenis kelamin, merasa sebagai presiden. Opo tumon. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar