Halaman

Rabu, 11 Januari 2017

pekabar berita bohong (hoax) vs politik adu domba



pekabar berita bohong (hoax) vs politik adu domba

Wajar jika sistem demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia berdampak pada perubahan bertata negara. Apakah dampaknya berupa perubahan berkemajuan atau perubahan mulai dari nol, pasca pesta demokrasi lima tahunan.

Ironis, anak bangsa ini setiap jelang pilpres selalu terkontaminasi oleh khayalan akan datangnya satria piningit. Orak-atik makna ‘noto negoro’ untuk menebak nama yang pas untuk capres mendatang. Kandidat lama atau kandidat baru, hanya dilihat sosoknya mirip atau tidaknya dengan profil satria piningit.

Seolah hanya satria piningit yang jadi idola, dambaan masyarakat Jawa. Bagaimana dengan penduduk suku lainnya.  Tentunya mereka, apakah mengandalkan primbon atau tidak, tentu punya jago yang siap maju ke ajang palagan pesta demokrasi. namanya politik, yang penting berani maju sekaligus berani malu. Semangat emansipasi ibu kita Kartini, ikut menyemarakkan pesta demokrasi.

Petani tanam padi, rumput, ilalang ikut tumbuh. Di pohon rindang, dampak dari negara multipartai, acap dihiasi dengan benalu politik, parasit politik.

Petualang politik di era Reformasi, bisa merupakan produk unggulan partai politik atau sekedar produk bekas sensor yang dikemas ulang, dipaket ulang, didaur ulang.

Isu makar, entah ide dari siapa, merupakan pertanda seperti asas “senang melihat orang lain sedih, sedih melihat orang lain senang”. Atau mereka yakin, jika ada kondisi iklim politik tertentu, maka pasal hantam kromo, bumi hangus, babat habis atau sejenisnya bisa diterapkan secara konstitusional.

Bukan berarti seperti semboyan “rakyat sehat, dokter melarat” atau “rakyat sehat, perusahaan obat bangkrut”.

Efek hujan tidak merata di suatu sistem, adalah maraknya barisan sakit hati. Pembagian roti/kue nasional tidak sampai ke akar rumput, memaksa adanya gerakan anti kemapanan. Anti berkemajuan. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar