Mengenal
Lebih Nyata Profil Negatif Tabiat Zalim Diri Sendiri
Mengapa malaikat sebagai makhluk ciptaan Allah yang maksum maupun selalu
melaksanakan dan tunduk pada perintah-Nya tanpa membantah, namun pernah terjadi klarifikasi dengan
Allah. Kita simak dialog Allah dengan malaikat, tersurat di Al-Qur’an [QS Al Baqarah (2) : 30] : “Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"."
Akankah betapa malaikat sudah mensinyalir perilaku orang atau manusia
nantinya di muka bumi, dengan predikat atau jabatan sebagai khalifah. Ataukah malaikat
sudah memahani asas praduga tak bersalah bahwasanya nantinya orang akan membuat
kerusakan di muka bumi dan saling menumpahkan darah.
Pengindraan malaikat atas ikwal orang yang akan membuat kerusakan di muka
bumi dan saling menumpahkan darah, tidak meleset. Nyaris akurat. Artinya,
malaikat sepertinya “memprediksi” kalau nantinya orang atau manusia akan
berbuat zalim kepada lingkungan dan kepada sesama manusia atau makluk.
Apa itu zalim? Siapa saja orang yang disebut zalim. Allah
menegaskan, tersurat di kalimat
terakhir dari Al-Qur’an [Al Baqarah (2) : 229]: “Barangsiapa
yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Kamus Bahasa indonesia, Pusat Bahasa, Depdiknas 2008,
pada lema :
Zalim ---à lalim
lalim ---à zalim
Kamus Tesaurus, Pusat Bahasa, Depdiknas 2008, pada lema :
zalim a aniaya, bengis, buas, kejam, lalim, sewenang-wenang;
ant baik
Para ulama sepakat
mendefinisikan zalim adalah : “Segala
sesuatu tindakan atau perbuatan yang melampaui batas , yang tudak
lagi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Baik dengan cara menambah ataupun
mengurangi hal-hal yang berkaitan dengan waktu; tempat atau letak maupun sifat
dari perbuatan-perbuatan yang melampaui batas tersebut. Dan itu berlaku
untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan ibadah (hablum-minallah),
maupun hubungan kemanusiaan dan alam semesta (hablum-minannaas).
Entah itu dalam skala kecil maupun besar, tampak ataupun tersembunyi.”
Penyebab zalim atau tindakan berbuat kerusakan di muka bumi disebabkan oleh
dua faktor yang bertolak belakang. Faktor ketidaktahuan, kemiskinan, serba
keterbelakangan menjadikan manusia atau orang memanfaatkan bumi tanpa ilmu.
Sedangkan kebalikannya, karena merasa kuasa, kuat, kaya maka tak ayal lapisan
demi lapisan bumi dimanfaatkan seoptimal mungkin. Kekayaan alam dikeruk,
dikeduk secara total. Semuanya demi keuntungan yang bisa dilipat.
Manusia sesuai fitrahnya mempunyai watak sesuai jalur nabi Adam a.s dan ibu
Hawa sebagai manusia langit. Karena dilahirkan di muka bumi, manusia sesuai
perjalanan waktu, pergerakkan usia/umurnya mengalami proses yang menerus,
kontinyu. Adaptasi dengan lingkungan berdampak pada pembentukan jiwa raga.
Dakwaan pertama penyebab tabiat, watak, karakter dan sejenisnya ditujukan
kepada/oleh faktor keturunan. Adalah faktor bawaan sejak lahir, efek pertemuan
dan pertempuran dua golongan darah ayah ibunya, sudah dari sono-nya, yang turun temurun.
Terdakwa kedua adalah faktor ajar dan faktor panutan dalam keluarga, rumah
tangga. Karena orang tualah anak bisa menjadi pemeluk agama atau sebaliknya.
Tepat kalau didaulat rumah sebagai madrasah, sekolah pertama dan utama bagi
anak. Ibu berperan sebagai guru yang berdaya guna dan berhasil guna.
Terdakwa ketiga adalah faktor lingkungan. Tetangga sekitar rumah memang
bisa mempengaruhi pembentukan jati diri anak. Interaksi sosial anak dengan anak
tetangga sebagai dunia luar keluarga yang pertama kali dikenal anak.
Terdakwa keempat dalam pembentukan dan penemuan hakikat hidup serta langkah
besar merintis masa depan adalah dunia pendidikan. Disinilah yang namanya gaul,
gaya hidup, gengsi sudah mulai bicara. Otak diolah pararel dengan pembinaan
berbagai daya dan penggalian potensi diri.
Jadi, manusia seutuhnya dengan berbagai atributnya, bisa bebas keluar masuk
zona negatif/minus, bergeser pilihan ke
zona abu-abu, atau menetap di zona positif/plus. Pasang surut, nilai fluktuatif
tabiat zalim memang sangat kondisional. Itulah garis kehidupan.
Segi kezaliman dan kebodohan manusia
adalah mau menerima amanat atau tugas keagamaan, tetapi tidak melaksanakannya. Ikhwal
ini dijelaskan dalam Al-Qur’an [QS Al Ahzab (33) : 72] : “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu
dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,”
Bukan berarti manusia mengandung tabiat zalim sekaligus tabiat bodoh. Atau
ada korelasi religi atau sudut pandang agama antara zalim dengan bodoh. Perlu
kajian tersendiri.
Memang zalim
itu sifatnya individual. Kezaliman yang ada di diri sendiri, tidak berhenti
begitu saja. Allah menegaskan, tersurat di Al-Qur’an [QS Yunus (10) : 44] : “Sesungguhnya
Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah
yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” Kalau sudah begini, apa yang bisa kita bantah.
Ternyata, zalim bukan sekedar tabiat. Bahkan ada manusia
zalim. Jika manusia dibilang sebagai ahli zalim, karena berbauat zalim kepada
orang lain. Allah menegaskan, tersurat di Al-Qur’an [QS Asy Syuura (42) : 42] : “Sesungguhnya
dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas
di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.”
Kita sebagai manusia atau orang? Tega berbuat zalim
kepada diri sendiri. Bagaimana cara, tips, kiat atau rumus, resep, ramuan yang
dipakai. Ataukah karena manusia mampu sekaligus tega menzalimi diri sendiri,
otomatis akan terlatih untuk menzalimi orang lain, makhluk lain dan lingkungan
hidup.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar