dilema efek domino revolusi mental, jalan pintas vs
jalan pantas
Kacamata Awam
Perubahan revolusioner
terjadi diperadaban panggung ideologi, pentas politik. Lepas dari syahwat
politik, serakah politik. Aneka menu politik tersaji. Tinggal pilih, pesan saji
cepat tanpa lama, membawa bahan baku sendiri untuk diracik sendiri. Tersedia menu
silahkan ikut arus yang mana saja.
Presiden dan wakil presiden
dipilih langsung oleh rakyat, berdampak nyata, menimbulkan efek berganda
khususnya efek domino. Partai politik masih dominan sebagai kendaraan ikut
pilpres. Nilai jual parpol terdongkrak. Tidak sembarang orang bisa diiusulkan,
dicalonkan sebagai kandidat capres dan cawapres. Nilai jual jabatan ketua umum
menjadi prestisius, bukan lagi sebagai lambang pengabdian, dedikasi, edukasi
politik kepada tanah air, nusa bangsa.
Kacamata Politik
Kalangan akademik,
apalagi lembaga survei, sejauh dekat ini belum ada yang mengevaluasi apakah
jabatan presiden dan wakil presiden sebagai jabatan karir politik atau bukan.
Katakan, bagaimana di periode 1999-2004, MPR
masih berwenang memilih presiden. Juara kedua, otomatis jadi wakil presiden. Bukan
begitu kawan. Di periode ini mulailah gonjang-ganjing politik. Wakil presiden
ketiban rezeki naik jadi presiden. Merasakan nikmatnya jadi presiden yang serba
tersanjung, penuh puja-puji, padar bahasa basa-basi dan tepuk tangan penggembira,
maka ikutlah dia di pilpres 2004 dan 2009. Untunglah, rakyat tidak buta
politik, walau tanpa pendidikan politik dalam negeri.
Yang terjadi di periode
2004-2009 berlanjut 2009-2014, apakah karir militer bisa sampai puncak,
memudahkan untuk bergeser ke karir politik dan langsung ke puncaknya. Terkesimpulkan,
mulai dari pembantu presiden atau menteri, naik peringkat menjadi presiden.
Kacamata Moral
Menarik kawan, apa yang
menyebabkan kejadian yang terjadi di periode 2014-2019. Sudah rahasia umum, tak
perlu diotak-atik lagi. Apakah karir politik Ir. Joko Widodo yang dilmulai dari
walikota Surakarta, meloncat jadi gubernur DKI Jakarta, lanjut melonjak sebagai
kepala negara, sebagai jalan pantas. Soal tinggal glanggang colong playu, atau turun jabatan
sebelum jatuh tempo karena rumput tetangga lebih ranum, itu namanya jalan pintas.
Sudah sering dikatakan
bahwa kalau melihat perilaku, tingkah laku, lagak ucap, gaya ujar kawanan
pegiat, pelaku, petugas partai, jangan dengan kacamata moral. Ora nyambung. Antara
yang hak/haq dengan yang batil, hanya beda tipis. Terkadang dalam satu kapling.
Apalagi ada persiapan menuju pesta demokrasi 2019. Jalan sudah dipersiapkan,
rintangan sudah dituntaskan sejak dini, bolo dupak yang siap pasang badan sudah
resmi siap. Kurang apa lagi kepantasan yang belum dilakukan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar