Halaman

Sabtu, 21 Januari 2017

dilema efek domino revolusi mental, jalan pintas vs jalan pantas



dilema efek domino revolusi mental, jalan pintas vs jalan pantas

Kacamata  Awam
Perubahan revolusioner terjadi diperadaban panggung ideologi, pentas politik. Lepas dari syahwat politik, serakah politik. Aneka menu politik tersaji. Tinggal pilih, pesan saji cepat tanpa lama, membawa bahan baku sendiri untuk diracik sendiri. Tersedia menu silahkan ikut arus yang mana saja.

Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat, berdampak nyata, menimbulkan efek berganda khususnya efek domino. Partai politik masih dominan sebagai kendaraan ikut pilpres. Nilai jual parpol terdongkrak. Tidak sembarang orang bisa diiusulkan, dicalonkan sebagai kandidat capres dan cawapres. Nilai jual jabatan ketua umum menjadi prestisius, bukan lagi sebagai lambang pengabdian, dedikasi, edukasi politik kepada tanah air, nusa bangsa.

Kacamata  Politik
Kalangan akademik, apalagi lembaga survei, sejauh dekat ini belum ada yang mengevaluasi apakah jabatan presiden dan wakil presiden sebagai jabatan karir politik atau bukan.

 Katakan, bagaimana di periode 1999-2004, MPR masih berwenang memilih presiden. Juara kedua, otomatis jadi wakil presiden. Bukan begitu kawan. Di periode ini mulailah gonjang-ganjing politik. Wakil presiden ketiban rezeki naik jadi presiden. Merasakan nikmatnya jadi presiden yang serba tersanjung, penuh puja-puji, padar bahasa basa-basi dan tepuk tangan penggembira, maka ikutlah dia di pilpres 2004 dan 2009. Untunglah, rakyat tidak buta politik, walau tanpa pendidikan politik dalam negeri.

Yang terjadi di periode 2004-2009 berlanjut 2009-2014, apakah karir militer bisa sampai puncak, memudahkan untuk bergeser ke karir politik dan langsung ke puncaknya. Terkesimpulkan, mulai dari pembantu presiden atau menteri, naik peringkat menjadi presiden.

Kacamata  Moral
Menarik kawan, apa yang menyebabkan kejadian yang terjadi di periode 2014-2019. Sudah rahasia umum, tak perlu diotak-atik lagi. Apakah karir politik Ir. Joko Widodo yang dilmulai dari walikota Surakarta, meloncat jadi gubernur DKI Jakarta, lanjut melonjak sebagai kepala negara, sebagai jalan pantas. Soal tinggal glanggang colong playu, atau turun jabatan sebelum jatuh tempo karena rumput tetangga lebih ranum, itu namanya jalan pintas.

Sudah sering dikatakan bahwa kalau melihat perilaku, tingkah laku, lagak ucap, gaya ujar kawanan pegiat, pelaku, petugas partai, jangan dengan kacamata moral. Ora nyambung. Antara yang hak/haq dengan yang batil, hanya beda tipis. Terkadang dalam satu kapling. Apalagi ada persiapan menuju pesta demokrasi 2019. Jalan sudah dipersiapkan, rintangan sudah dituntaskan sejak dini, bolo dupak yang siap pasang badan sudah resmi siap. Kurang apa lagi kepantasan yang belum dilakukan. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar