Halaman

Selasa, 10 Januari 2017

dinamika kabar aspal, gayung bersambut vs berbalas pantun



dinamika kabar aspal, gayung bersambut vs berbalas pantun

Anak bangsa Indonesia memang super kreatif. Karena syarat administrasi untuk melamar pekerjaan harus disertai ijazah asli. Atau karena ijazah S1 sudah jamak, lumrah dan bukan barang langka, kondisi ini menginspirasi, menginisiatif dilakukannya produksi ijazah aspal (asli tapi palsu). Muncul jargon STIA (sekolah tidak ijazah ada).

Masyarakat yang tak mau repot menimba ilmu, tak mau berkeringat mengejar ilmu, bahkan sampai negeri Cina, bisa pesan gelar akademis. Mau yang dipajang di depan nama atau dijejer di bekalang nama pemilik. Tersedia gelar guru besar. Berani tarif, bisa dapat strata gelar yang diincar.

Masalah aspal mengilhami produk berita, kabar, informasi atau sejenisnya. Kabar tanpa bumbu penyedap, tanpa tambahan foto, gambar, video terasa hambar. Judul kabar dibuat merangsang pemirsa. Judul sebagai etalase, menampilkan isi atau kandungan kata yang disajikan. Dibuat seatraktif mungkin.

Kabar aspal memang harus mengabaikan kaidah penggunaan bahasa Indonesia dengan benar dan baik. Sepertinya sudah punya pakem tersendiri. Memanfaatkan media massa dan produk turunan atau produk sampingan, walhasil tidak perlu mengindahkan kode etik jurnalistik, etika pers. Aturan main yang dianut semacam NPWP (nomor piro wani piro).

Pembuat/pengedar kabar aspal, bertindak freelance. Bukan anggota ormas atau kader parpol. Bisa berpihak dengan siapa saja. Bisa bermain untuk siapa saja. Bisa membela siapa saja yang butuh pertolongan. Bisa berada di mana saja, kapan saja. Intinya, mereka bermain untuk kedua belah pihak yang sedang konflik. Mengambil peluang dan kesempatan di antara dua kutub yang berseberangan. Semboyannya “di sana dapat, di sini dapat, dimana-mana dapat”.

Pemerintah, sebagai pihak yang berwajib, berwenang melindungi kepentingan umum dari serbuan kabar aspal, malah ikut bermain api. Ujaran penguasa, bahkan celoteh, celetuk kepala negara dan wakilnya plus oknum pembantu presiden malah memberi contoh. Menabuh gendang agar rakyat menggeliat mengikuti iramanya. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar