Halaman

Jumat, 06 Januari 2017

Efek Domino Rombak Kabinet, Salah Orang vs Salah Sistem



Efek Domino Rombak Kabinet, Salah Orang vs Salah Sistem

Lazim setiap awal pembentukan kabinet, terjadi tarik ulur kepentingan, atau dampak dari politik transaksional. Langkah awal presiden pasca penyumpahan adalah mencari dan melantik barisan pembantunya.

Parpol pengusung pasangan Joko Widodo-JK merasa paling berhak mendapatkan jabatan menteri yang strategis. Tak kalah merasa berhak adalah relawan sampai penggembira. Presiden selain sibuk dengan menetapkan nomenklatur K/L yang baru, agar bisa mewujudkan andalan program Trisakti dan Nawacita, juga sekaligus siap mengakomodir kandidat usulan parpol maupun menteri karir.

Pasca pelantikan dan penyumpahan anggota kabinet, muncul problem lanjutan. Uji kepatutan dan kelayakan bagi calon jabatan pimpinan tinggi sesuai UU ASN untuk mengisi jabatan baru. Lelang jabatan ini dilakukan secara terbuka, dalam arti tidak hanya untuk internal K/L yang lama.

Jangan lupa, andalan sebagai dasar pembentukan karakter penyelenggara negara selama periode 2014-2019, mendapat gemblengan, tempaan, gojlokan revolusi mental.

Pembantu presiden dari unsur partai, posisinya labil jika tidak masuk bilangan “orang sendiri” dari ketua umumnya. Kalau cuma loyalis,  patuh, setia, tunduk, taat saja belum jaminan bebas goyangan angin politik. Yang bikin runyam ancaman perombakan kabinet, justru karena wakil presiden selalu ada maunya. Sebagai pribadi, wapres juga punya jago yang siap diorbitkan. Pengalaman JK sebagai wapres di periode 2004-2009 menyebabkan ybs tahu apa yang akan dikerjakan dan yakin bisa mengerjakannya.

Dari pihak presiden sendiri, menghadapi tengah periodenya, sudah semakin gamblang arah angin politik dan langkah catur politiknya menghadapi pesta demokrasi 2019. K/L yang dianggap Jokowi bisa menambah nilai jual, mendongkrak popularitas, memoles citra diri dan pamor, akan dipacu dan dipicu lebih berkinerja lagi. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar