Halaman

Rabu, 04 Januari 2017

modus operandi gerakan politik Nusantara, tak tahu malu vs tak tahu diuntung



modus operandi gerakan politik Nusantara, tak tahu malu vs tak tahu diuntung

Jangan disalahkan jika kawanan orang partai niat, minat, hasrat untuk memperlebar sayap, memperbanyak cakar dan taji, mempertajam paruh, taring dan tanduk maupun memperkokoh kaki dan tangan. Bahasa gamblangnya, ada semangat ideologis untuk menambah jumlah pimpinan MPR dan DPR. Belum satu tahun UU 17/2014 tentang MD3 diundangkan 5 Agustus 2014, akibat dinamika politik, diubah dengan UU 42/2014 dan diundangkan pada tanggal 15 Desember 2014.

Tak salah kalau para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan mewarisi semangat juang para pahlawan dan para perintis kemerdekaan. Semangat persatuan dan kesatuan menjadikan pejuang bangsa mengutamakan kepentingan bangsa. Pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, hakikat perjuangan adalah mengisi kemerdekaan. Menikmati hasil kemerdekaan secara wajar dan masuk akal. Persoalan muncul, timbul akibat penafsiran menikmati kemerdekaan secara konstitusional.

Salah tafsir sang anak atas pola asuh, pola didik orang tuanya. Semua orang tua punya cara untuk membesarkan hati anaknya yang labil, yang sedang resah, gelisah maupun gundah-gulana. Mungkin, ada kata pujian, sanjungan penyemangat anak. Tidak ada yang berlebih, tetap proporsional. Namanya orang tua, tak ingin anaknya kapiran karena situasi dan kondisi yang tak tentu ujung rimbanya.

Salah-salah, malah jadi salah tapi lumrah. Pejuang ideologi, pejuang politik sampai tingkat kelurahan/desa merasa dirinya cerdas politik, walau modal pendidikan politik ala kadarnya. Mereka merasa mewarisi darah pejuang politik lima tahunan. Merasa mewarisi semangat untuk tetap menjadi nomor satu di komunitasnya, di habitatnya. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar