modus
operandi gerakan politik Nusantara, tak tahu malu vs tak tahu diuntung
Jangan disalahkan jika kawanan orang
partai niat, minat, hasrat untuk memperlebar sayap, memperbanyak cakar dan
taji, mempertajam paruh, taring dan tanduk maupun memperkokoh kaki dan tangan.
Bahasa gamblangnya, ada semangat ideologis untuk menambah jumlah pimpinan MPR
dan DPR. Belum satu tahun UU 17/2014 tentang MD3 diundangkan 5 Agustus 2014,
akibat dinamika politik, diubah dengan UU 42/2014 dan diundangkan pada tanggal
15 Desember 2014.
Tak salah kalau para penyelenggara
negara, para pemimpin pemerintahan mewarisi semangat juang para pahlawan dan
para perintis kemerdekaan. Semangat persatuan dan kesatuan menjadikan pejuang
bangsa mengutamakan kepentingan bangsa. Pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945, hakikat perjuangan adalah mengisi kemerdekaan. Menikmati hasil
kemerdekaan secara wajar dan masuk akal. Persoalan muncul, timbul akibat
penafsiran menikmati kemerdekaan secara konstitusional.
Salah tafsir sang anak atas pola
asuh, pola didik orang tuanya. Semua orang tua punya cara untuk membesarkan hati
anaknya yang labil, yang sedang resah, gelisah maupun gundah-gulana. Mungkin,
ada kata pujian, sanjungan penyemangat anak. Tidak ada yang berlebih, tetap
proporsional. Namanya orang tua, tak ingin anaknya kapiran karena situasi dan
kondisi yang tak tentu ujung rimbanya.
Salah-salah, malah jadi salah tapi
lumrah. Pejuang ideologi, pejuang politik sampai tingkat kelurahan/desa merasa
dirinya cerdas politik, walau modal pendidikan politik ala kadarnya. Mereka merasa
mewarisi darah pejuang politik lima tahunan. Merasa mewarisi semangat untuk
tetap menjadi nomor satu di komunitasnya, di habitatnya. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar