Halaman

Minggu, 08 Januari 2017

semiskin-miskin diri, janganlah miskin jiwa



semiskin-miskin diri, janganlah miskin jiwa

Betul, jika telinga kita akrab, familiar dengan dua kata seolah berpasangan yang ada di diri kita, yaitu jiwa raga, lahir batin, jasmani rokhani, luar dalam. Padahal berlawanan, walau saling menguatkan suatu makna.

Fokus dan khusus pada jiwa raga, sejauh ini banyak kajian akademis bahkan sampai obrolan ringan mengupasnya. Ilmu agama Islam tak kunjung padam melihat kondisi jiwa raga dari berbagai aspek. Daya jiwa akan lebih nyata jika berkorelasi, berkolaborasi dengan daya raga. Secara harfiah, jiwa merupakan bagian dari daya hidup.

Penghargaan Allah terhadap manusia yang sempurna imannya, dengan sapaan seperti  dijelaskan dalam Al-Qur’an [QS Al Fajr (89) : 27] :  Hai jiwa yang tenang.”

Katakan, dengan ‘jiwa yang tenang‘ tidak diperdebatkan apakah sebagai syarat, dasar kehidupan atau sebagai tujuan hidup atau malah sebagai pintu masuk untuk memaknai kehidupan yang sekedar ibarat perumpamaan mampir minum.     

Peran dan posisi sentral jiwa manusia, dijelaskan dalam Al-Qur’an secara rinci, diperkuat dengan dalil di hadist atau Sunah Rasul. Antara lain lewat surat Asy Syams (matahari) terdiri atas 15 ayat, berisi dorongan kepada manusia untuk membersihkan jiwanya agar mendapat keberuntungan di dunia dan di akhirat dan menyatakan bahwa Allah akan menimpakan azab kepada orang-orang yang mengotori jiwanya seperti halnya kaum Tsamud. Jiwa, bukan hanya milik pribadi, milik individu, ternyata juga menjadi jiwa suatu kaum. Ikatan emosional atau jiwa dalam suatu komunitas atau akumulasi jiwa para anggotanya.

Jiwa, roh dan akal merupakan potensi internal yang membentuk jati diri manusia, yang menentukan kadar akhlak sesorang. Ketiganya merupakan faktor bawaan anak Adam yang membedakan dirinya dengan makhluk hidup lainnya, walau sama-sama ciptaan Allah.

Ketiga kesatuan potensi internal manusia memiliki kebutuhan dan asupan gizi masing-masing. Jiwa perlu nutrisi berupa keinginan (syahwat). Sementara roh butuh nutrisi berupa keyakinan (iman). Akal perlu nutrisi berupa ilmu pengetahuan (informasi).

Sinerji jiwa dan roh adalah potensi yang tidak boleh saling mendominasi, karena keduanya bisa saling melemahkan. Saat jiwa (an-nafs) mendominasi, kerja tubuh cuma memenuhi panggilan syahwat saja, sehingga roh mengering. Ketika roh (ar-ruh) terlalu dominan, orang yang bersangkutan maunya mengisi waktunya  dengan serba ibadah. Akibatnya, jiwa menjadi korban karena hasratnya tidak kunjung terpenuhi, walau untuk urusan yang mubah/halal sekalipun.

Ada baiknya kita membedah ‘jiwa’ dari berbagai aspek keilmuan, sejarah bangsa atau pandangan hidup.

Pertama, setiap upacara bendera, pembukaan acara resmi atau kondisi lain, dinyanyikan lagu kebangsaam Indonesia Raya. Pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, telah didengungkan bangunlah jiwanya bangunlah badannya.  Sekelumit lagu kebangsaan Indonesia Raya, menyuratkan dan menyiratkan bahwa jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jauh sebelum negara kesatuan dibentuk, jiwa bangsa dan rakyat harus dibangun terlebih dahulu.

Kedua, masih ingat samar-samar di otak kita kalau ungkapan latin "mens sana in corpore sano" diterjemahkan nyaris menjadi pegangan hidup, yaitu “di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat".

Ilmu olahraga meyakini kalau untuk mendapatkan tubuh yang kuat, raga yang kokoh, fisik yang kukuh tidak serba L : layu; limbung; lunglai; lemah, lemas, lesu, letih, letoy, loyo manusia mau tak mau harus berolahraga. Jika kondisi minimalnya tercapai, diharapkan  dengan badan, raga, fisik  kuat maka jiwa tumbuh sehat. Jiwa sehat berdampak pada kehidupan manusia. Pikiran, ucapan, dan maupun tindakan manusia, merupakan cerminan dari kadar kesehatan jiwanya. 

Keempat. Tetapi menurut Robert Frager, seorang psikolog dan juga sufi, jiwa itu ada tujuh macam, dan satu diantaranya ialah jiwa pribadi, yang terletak di otak. Jadi, jiwa itu tidak sepenuhnya berada di dada atau jantung manusia, sebagai mana yang di pahami oleh orang awam selama ini.

Ketujuh jiwa itu adalah jiwa mineral, nabati, hewani, pribadi, insani, rahasia, dan maharahasia.
i.          Jiwa mineral terletak pada sistem kerangka manusia yang berfungsi untuk menopang tubuhnya supaya bisa tegak.
ii.         Jiwa nabati (roh nabati) terletak dalam jantung dan terkait dengan sistem pencernaan. Ia mengatur pertumbuhan dan asimilasi bahan-bahan makanan.
iii.       Jiwa hewani (roh hayawani) terletak dalam hatidan berhubungan dengan sistem peredaran darah.
iv.        Jiwa pribadi (roh nafsani) terletak pada otak dan terkait dengan sistem saraf.
v.         Jiwa insani terdapat dalam qalbu, yaitu hati spiritual
vi.        Jiwa maharahasia adalah bagian dari diri kita yang mengingat tuhan. Jiwa rahasia atau kesadaran batiniah terletak dalam hati batiniah. Jiwa inilah yang mengetahui ‘dari mana ia datang dan kemana ia pergi’.

Kelima. Ternyata tidak hanya seorang Robert Frager yang merisaukan ‘dari mana ia datang dan kemana ia pergi’. Karena  filosofi Jawa yang berujar "sangkan paraning dumadi". Apa maknanya? Orang yang mengetahuinya pun tak ambil pusing. Merupakan bagian dari babakan kehidupan di dunia. Diartikan secara sederhana, yaitu kita akan “mengetahui” kemana tujuan kita setelah hidup di dunia berakhir.

Makna mudik yang sudah dilakukan 10 hari terakhir bulan Ramadhan, tersirat makna ‘dari mana dulu kita berasal, dan akan kemanakah hidup kita ini nantinya’.

Keenam. Pemerintah begitu peduli, tanggap, peka sekaligus memperhatikan kesehatan jiwa bangsa dan rakyat. Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa).

Seperti apa kaya jiwa itu kawan? Apa sebgai lawan kata miskin jiwa. Saya coba pendekatan dengan menjawab jiwa maharahasia sekaligus  "sangkan paraning dumadi". Jika kita mengenal kalimat istirja’ (pernyataan kembali kepada Allah),  berbunyi "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun",  mempunyai arti “Sesungguhnya kita milik Allah dan hanya kepada-Nya kita kembali”. Lihat Al-Qur’an [QS Al Baqarah (2) : 27].   [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar