Halaman

Selasa, 17 Januari 2017

sunyi, senyap, sepi (3S) mengundang kejahatan vs kaya, kuat, kuasa (3K) mengandung kemungkaran



sunyi, senyap, sepi (3S) mengundang kejahatan vs kaya, kuat, kuasa (3K) mengandung kemungkaran

Di tempat dan waktu yang tampak kosong, bukan berarti tidak ada apa-apanya. Jangan dianggap hampa, lengang, steril, netral, bersih, nol tanpa “isi”. Seolah tidak terjadi sesuatu yang mengesankan atau menarik indra mata, telinga kita sebagai manusia apa adanya. Keterbatasan sebagai makhluk paling sempurna yang diciptakan Allah. Tempat atau ruang sebagai fungsi waktu yang dalam hitungan detik ke detik selalu ada pergerakan, perubahan, pergantian. Secara matematis, jika ruang dianggap ‘nol’, maka akan ada +1, dst maupun akan terjadi -1, dst.  Dimensi waktu, terjadi gerak vertikal maupun horizontal serta resultannya ataupun gerak bebas.

Bedah filosifi atau hakikat ruang, otak kita akan akan sanggup membayangkannya. Semakin dibayangkan, semakin terasing di ruang tanpa batas. Mengadalkan idra untuk jelajah ruang sebatas batas ukuran atau dimensinya, justru diharapkan menambah rasa syukur kepada Allah swt. Menambah kadar iman akan hari akhir. Nantinya kita akan menembus batas waktu dan ruang menuju kampung akhirat.

Ada apa ruang atau tempat serta waktu yang tampak kosong, yang bebas virus kejahatan.  Kita rujuk Hadits atau Sunah Rasulullah : “Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita, kecuali yang ketiganya adalah setan” (HR Tirmidzi dan Imam Ahmad). Sebaliknya, justru suasana batin di situasi keheningan, menjadi ajang kontak dengan Allah swt, Sang Maha Pencipta.

Hadits di atas sebagai pembuka tulisan ini. Dalam pergaulan, kita secara turun termurun, jika ada anak manusia, berlainan jenis kelamin, bukan muhrim, dimungkinkan pihak ketiga adalah setan. Setan cukup duduk manis. Jadi saksi. Apapun yang akan terjadi, terjadilah. Nama manusia. Ada yang tahan godaan. Ada yang sengaja cari godaan.  Filosofi kehidupan masyarakat Jawa juga mengingatkan, ora ilok, gandengan tangan karo dudu murhrime, ati-ati engko ono setan lewat.

Ujar polisi, kejahatan timbul tidak sekedar adanya kesempatan dan peluang. 3S berdampak kadar iman berfluktuasi. Angan-angan, fantasi jika mengalami atau sedang memasuki kondisi 3S, muncul gagasan, ide yang tak terbayangkan sebelumnya. Atau ada, masukan berita menjadi bakan baku renungan. Acara, adegan, atraksi lewat layar kaca sebagai masukan utama yang mudah kita cerna. Kata demi kata. Gambar demi gambar. Menjadi racun bagi akal dan nurani manusia. Semakin tinggi posisi seseorang, tak ayal akan semakin luas jangkauan angan-angannya. Apapun yang akan terjadi, terjadilah. Lebih heboh dan lebih dahsyat dibanding pendahulunya. Koq tahu?

Perilaku korup, karena ybs sedang berkuasa, ada kesempatan/peluang atau tidak – no problem – angan-angan sedang mengembara bebas. Karena fungsi waktu, tidak tertangkap kamera pengintai terjadilah dampak transaksi politik secara menerus. Tepatnya korupsi atau KKN pada umumnya. Merasa aman, tingkatkan jangkauan, capaian dan target. Pakai ilmu sluman slumun slamet. Bukankah manusia mempunyai hak untuk menentukan nasib diri, memilih jalan hidupnya.

Bagi penyelenggara negara yang jangkauan angan-angan dan logika politiknya di atas rata-rata kawanannya, lebih berorientasi kepada makar konstitusional, yaitu : merebut kekuasaan secara konstitusional, legal; mempertahankan kekuasaan secara konstitusional, logik dengan cara politik dinasti, politik sistem famili/keluarga; merebut kembali kekuasaan secara konstitusional, formal.

Merasa paling bisa akibat punya 3K. Lama-kelamaan menjadi kafir (kaumnya firaun) gaya baru. Merasa bisa bebas berbuat apa saja. Aji mumpung vs mumpung aji. Bahasa politik mendominasi sendi-sendi kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat. Serakah politik bukan sekedar angan-angan pemula, telah menjadi trade mark para petinggi partai, katakan oknum ketua umum. Jangan salahkan kalau ada pihak yang pernah sukses dan sekaligus penyandang mazhab 3K, tetap ingin eksis. Mendaur ulang kejayaan yang telah lewat.

Kita tidak tahu persis, walau masih di waktu dan tempat yang sama. Yaitu, kita tidak tahu persis bagaimana bentuk kemungkaran yang sedang terjadi di periode 2014-2019. Apakah sebagai produk utama sistem perpolitikkan Nusantara, atau sebagai ekses, efek, dampak atau produk sampingan yang ingin mempertahankan kekuasaan. Agar berlanjut. Ini namanya gerak bebas beraturan. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar