sunyi, senyap, sepi (3S)
mengundang kejahatan vs kaya, kuat, kuasa (3K) mengandung kemungkaran
Di tempat dan waktu yang tampak kosong, bukan
berarti tidak ada apa-apanya. Jangan dianggap hampa, lengang, steril, netral,
bersih, nol tanpa “isi”. Seolah tidak terjadi sesuatu yang mengesankan atau
menarik indra mata, telinga kita sebagai manusia apa adanya. Keterbatasan
sebagai makhluk paling sempurna yang diciptakan Allah. Tempat atau ruang
sebagai fungsi waktu yang dalam hitungan detik ke detik selalu ada pergerakan,
perubahan, pergantian. Secara matematis, jika ruang dianggap ‘nol’, maka akan ada
+1, dst maupun akan terjadi -1, dst. Dimensi
waktu, terjadi gerak vertikal maupun horizontal serta resultannya ataupun gerak
bebas.
Bedah filosifi atau hakikat ruang, otak kita akan
akan sanggup membayangkannya. Semakin dibayangkan, semakin terasing di ruang
tanpa batas. Mengadalkan idra untuk jelajah ruang sebatas batas ukuran atau
dimensinya, justru diharapkan menambah rasa syukur kepada Allah swt. Menambah
kadar iman akan hari akhir. Nantinya kita akan menembus batas waktu dan ruang
menuju kampung akhirat.
Ada apa ruang atau tempat serta waktu yang tampak
kosong, yang bebas virus kejahatan. Kita
rujuk Hadits atau Sunah Rasulullah : “Tidaklah
seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita, kecuali yang ketiganya adalah
setan” (HR Tirmidzi dan Imam Ahmad). Sebaliknya, justru suasana batin di
situasi keheningan, menjadi ajang kontak dengan Allah swt, Sang Maha Pencipta.
Hadits di atas sebagai pembuka tulisan ini. Dalam
pergaulan, kita secara turun termurun, jika ada anak manusia, berlainan jenis
kelamin, bukan muhrim, dimungkinkan pihak ketiga adalah setan. Setan cukup
duduk manis. Jadi saksi. Apapun yang akan terjadi, terjadilah. Nama manusia.
Ada yang tahan godaan. Ada yang sengaja cari godaan. Filosofi kehidupan masyarakat Jawa juga
mengingatkan, ora ilok, gandengan tangan
karo dudu murhrime, ati-ati engko ono setan lewat.
Ujar polisi, kejahatan timbul tidak sekedar adanya
kesempatan dan peluang. 3S berdampak kadar iman berfluktuasi. Angan-angan,
fantasi jika mengalami atau sedang memasuki kondisi 3S, muncul gagasan, ide
yang tak terbayangkan sebelumnya. Atau ada, masukan berita menjadi bakan baku
renungan. Acara, adegan, atraksi lewat layar kaca sebagai masukan utama yang
mudah kita cerna. Kata demi kata. Gambar demi gambar. Menjadi racun bagi akal
dan nurani manusia. Semakin tinggi posisi seseorang, tak ayal akan semakin luas
jangkauan angan-angannya. Apapun yang akan terjadi, terjadilah. Lebih heboh dan
lebih dahsyat dibanding pendahulunya. Koq tahu?
Perilaku korup, karena ybs sedang berkuasa, ada kesempatan/peluang
atau tidak – no problem – angan-angan
sedang mengembara bebas. Karena fungsi waktu, tidak tertangkap kamera pengintai
terjadilah dampak transaksi politik secara menerus. Tepatnya korupsi atau KKN
pada umumnya. Merasa aman, tingkatkan jangkauan, capaian dan target. Pakai ilmu
sluman slumun slamet. Bukankah
manusia mempunyai hak untuk menentukan nasib diri, memilih jalan hidupnya.
Bagi penyelenggara negara yang jangkauan
angan-angan dan logika politiknya di atas rata-rata kawanannya, lebih
berorientasi kepada makar konstitusional, yaitu : merebut kekuasaan secara
konstitusional, legal; mempertahankan kekuasaan secara konstitusional, logik
dengan cara politik dinasti, politik sistem famili/keluarga; merebut kembali
kekuasaan secara konstitusional, formal.
Merasa paling bisa akibat punya 3K. Lama-kelamaan
menjadi kafir (kaumnya firaun) gaya baru. Merasa bisa bebas berbuat apa saja.
Aji mumpung vs mumpung aji. Bahasa politik mendominasi sendi-sendi kehidupan
berbangsa, bernegara, bermasyarakat. Serakah politik bukan sekedar angan-angan
pemula, telah menjadi trade mark para
petinggi partai, katakan oknum ketua umum. Jangan salahkan kalau ada pihak yang
pernah sukses dan sekaligus penyandang mazhab 3K, tetap ingin eksis. Mendaur
ulang kejayaan yang telah lewat.
Kita tidak tahu persis, walau masih di waktu dan
tempat yang sama. Yaitu, kita tidak tahu persis bagaimana bentuk kemungkaran
yang sedang terjadi di periode 2014-2019. Apakah sebagai produk utama sistem
perpolitikkan Nusantara, atau sebagai ekses, efek, dampak atau produk sampingan
yang ingin mempertahankan kekuasaan. Agar berlanjut. Ini namanya gerak bebas
beraturan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar