Halaman

Sabtu, 30 April 2016

ujaran kebencian (hate speech) vs gim kekerasan

ujaran kebencian (hate speech) vs gim kekerasan

Kita harus bangga dan bersyukur, bahwa aparat keamanan Indonesia cukup tanggap dan bahkan proaktif menyikapi dinamika dan gejolak di masyarakat. Tindakan preventif terhadap sumber pemacu dan pemicu konflik, sebagai bukti kepedulian sesuai standar minimal. Ancaman yang dianggap potensial mengganggu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan cepat terdeteksi, terendus secara sistematis dan diamankan sejak dini sebelum jatuh korban. Stabilitas keamanan demi menjaga martabat Indonesia di kancah percaturan internasional.

Pemerintah sudah kebal dengan kebakaran jenggot, dalam arti jika yang jadi “korban” masuk kategori rakyat kecil, wong cilik atau hanya anak-anak. Menyoal anak, sudah dipatenkan dalam Perubahan Kedua UUD NRI 1945, Pasal 28B ayat (2) :
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Bentuk dari kata kunci “perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”, pemerintah telah menetapkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dengan sederet tugas dan fungsinya berbasis perlindungan anak,  dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (pengawal utama revolusi mental). Dengan kata lain, penanganan masalah anak secara formal masuk bagian revolusi mental. Kurang apa digdayanya?

Maraknya gim kekerasan yang bisa dimainkan bebas oleh anak sekolah, di warnet, di gadget atau media teknologi lainnya, walau sudah memakan korban, tidak ada tindakan nyata dari pihak berwajib.

Mungkinkah, karena jika menurut kaca mata intelijen, banyak cikal bakal ancaman mengincar kehidupan rakyat. Tak heran, “ancaman” dimaknai sebagai (Pasal 1 butir 4 UU 17/2011 tentang Intelijen Negara) :
Ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan.

Salah satu ancaman berupa hasutan-hasutan atau provokasi. Untuk ini Kapolri  telah menetapkan Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/06/X/2015, tanggal 8 Oktober 2015, tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH).

Berdasarkan SE tersebut, Polri melakukan tindakan preventif, antara lain kepada para Kasatwil agar melakukan kegiatan :
mengefektifkan dan mengedepankan fungsi intelijen untuk mengetahui kondisi real di wilayah-wilayah yang rawan konflik terutama akibat hasutan-hasutan atau provokasi, untuk selanjutnya dilakukan pemetaan sebagai bagian dari early warning dan early detection.

Mengacu Pasal 1 butir 1, UU 17/2011 yang dimaksud dengan :
Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.

Akankah bahwasanya segala bentuk gim kekerasan tidak masuk kategori “ancaman” sebagaimana disebutkan di atas, maka Pemerintah yakin akan reda dimakan waktu. Memang gim kekerasan tidak sebagai bagian dari ujaran kebencian. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar