ujaran kebencian (hate
speech) vs gim kekerasan
Kita harus bangga dan bersyukur, bahwa aparat
keamanan Indonesia cukup tanggap dan bahkan proaktif menyikapi dinamika dan gejolak
di masyarakat. Tindakan preventif terhadap sumber pemacu dan pemicu konflik,
sebagai bukti kepedulian sesuai standar minimal. Ancaman yang dianggap
potensial mengganggu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan
cepat terdeteksi, terendus secara sistematis dan diamankan sejak dini sebelum
jatuh korban. Stabilitas keamanan demi menjaga martabat Indonesia di kancah percaturan
internasional.
Pemerintah sudah kebal dengan kebakaran
jenggot, dalam arti jika yang jadi “korban” masuk kategori rakyat kecil, wong
cilik atau hanya anak-anak. Menyoal anak, sudah dipatenkan dalam Perubahan
Kedua UUD NRI 1945, Pasal 28B ayat (2) :
Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Bentuk dari kata kunci “perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi”,
pemerintah telah menetapkan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dengan sederet tugas dan
fungsinya berbasis perlindungan anak, dibawah
koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(pengawal utama revolusi mental). Dengan kata lain, penanganan masalah anak
secara formal masuk bagian revolusi mental. Kurang apa digdayanya?
Maraknya gim kekerasan yang bisa dimainkan bebas oleh
anak sekolah, di warnet, di gadget atau media teknologi lainnya, walau sudah
memakan korban, tidak ada tindakan nyata dari pihak berwajib.
Mungkinkah, karena jika menurut kaca mata
intelijen, banyak cikal bakal ancaman mengincar kehidupan rakyat. Tak heran,
“ancaman” dimaknai sebagai (Pasal 1 butir 4 UU 17/2011 tentang Intelijen
Negara) :
Ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan, dan
tindakan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau
dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan,
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional
di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun
pertahanan dan keamanan.
Salah satu ancaman berupa hasutan-hasutan atau provokasi. Untuk
ini Kapolri telah menetapkan Surat
Edaran Kapolri Nomor :
SE/06/X/2015, tanggal 8 Oktober 2015, tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH).
Berdasarkan SE tersebut, Polri melakukan tindakan preventif, antara
lain kepada para Kasatwil agar melakukan kegiatan :
mengefektifkan dan mengedepankan fungsi intelijen untuk
mengetahui kondisi real di wilayah-wilayah yang rawan konflik terutama akibat hasutan-hasutan
atau provokasi, untuk selanjutnya dilakukan pemetaan sebagai bagian dari early warning dan early detection.
Mengacu Pasal 1 butir 1, UU 17/2011 yang
dimaksud dengan :
Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang
terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan
keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui
metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan,
penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
Akankah bahwasanya segala bentuk gim kekerasan
tidak masuk kategori “ancaman” sebagaimana disebutkan di atas, maka
Pemerintah yakin akan reda dimakan waktu. Memang gim kekerasan tidak sebagai
bagian dari ujaran kebencian. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar