Halaman

Rabu, 06 April 2016

panen perdana revolusi mental, restorasi politik vs reklamasi politik

panen perdana revolusi mental, restorasi politik vs reklamasi politik

Kosa kata atau frasa ‘restorasi politik’ dan ‘reklamasi politik’ dalam kamus politik Nusantara sangat dinamis. Tidak ada definisi baku. Mekanisme pasar tidak menjamin ketersediaan bahan baku sebagai alat bukti hindar diri dari jeratan pasal hukum. Harga jual atau nilai jualnya sangat fluktuatif.

Antar kejadian perkara berbasis ‘restorasi politik’ dan ‘reklamasi politik’ tidak ada benang merahnya, tidak bisa diambil kesimpulan yuridis. Kebijakan partai yang paling banyak menghabiskan asam garamnya peta politik, seolah mati angin. Bandar politik yang ahli kipas-kipas menebar pengharu-rasa diperkuat ahli ucap/cuap berhiba-hiba, malah kelihatan aslinya.

Pelaku, pemain politik sudah tidak bisa membedakan mana kanan, mana kiri. Semakin berkubang dengan lumpur kekuasaan, tidak pandang gender, semakin tidak bisa membedakan mana atas, mana bawah. Semakin berpesta di atas penderitaan rakyat, kawanan parpolis penyelenggara negera semakin gemar berfoya-foya.

Semangat otonomi daerah, menjadikan daerah provinsi maupun daerah kabupaten/kota sebagai sumber penghasilan tambahan. Tanah air-ku kalau bisa dilipat, mengapa dibiarkan mangkrak. Negara saja bisa menjual kekayaan alam dengan percuma kepada pihak negara adikuasa. Oknum anak bangsa memarkir kekayaan di luar negeri, dengan dalih agar aman dari jangkauan tukang palak. Wajar, hasil kejahatan jangan sampai dijahati pihak lawan.

Diam-diam revolusi mental, tanpa teori yang mencengangkan akal rakyat, sudah berdampak menerus. Tanpa terasa telah dan selalu melahirkan Orang Korupsi Baru (OKB). [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar