ketika
kekonyolan sebagai sumber inspirasi
Hidup tak
seindah aselinya, sindir orang bijak. Orang bijak tak lepas dari ucap dan laku
konyol, namu cepat memahami dan memperbaiki diri. Orang biasa, acap lupa diri
dengan segala bentuk kekonyolannya. Karena tidak ada yang meng-counter,
menjadikan kekonyolan sebagai citra diri, bahkan nyaris hak paten. Bukan
menyindir profesi pebanyol, komedian, pelawak, tukang kocok perut, atau sebutan
khas lainnya.
Pengalaman
membuktikan, banyak kejadian yang tak masuk akal di masyarakat, di hubungan
antar tetangga, karena banyak yang melakukan, akhirnya dianggap wajar,
manusiawi dan bagian dari dinamika hidup. Tampilan orang konyol malah bisa
dianggap sebagai bumbu penyedap dan penyadap kehidupan. Kehadirannya memang bisa mengganggu
kekhidmatan suasana yang sedang terbangun dalam kelompok, namun
ketidakhadirannya menjadikan suasana monoton.
Pengalaman
membuktikan bahwa sesuatu yang ada dimulai dari yang tidak ada, atau hasil
kombinasi, persilangan dari yang ada menjadi bentuk keadaan lainnya. Bentukan
baru muncul karena yang lama termakan waktu. Tantangan dan tuntutan hidup agar
jangan sampai tenggelam oleh waktu. Kebijakan yang tanpa dasar religi, hanya
akan meniadakan kemapanan yang sudah terjalin turun-temurun. Saat orang lupa
dengan apa yang akan dilakukan, bukan hal yang wajar. Indikasi terjadinya
pemuliaan daya akal.
Pengalaman
membuktikan, secara ilmiah dengan dukungan penuh suasana batin, bentuk
kekonyolan berbagai versi bisa diwariskan dalam keluarga secara sistematis dan
matematis. Keluarga Konyol. Orang yang potensi, daya hidup, di atas rata-rata. Sesuatu
yang berjalan sesuai rel, sesuai rambu-rambu kehidupan, seperti tidak ada
perubahan. Gaya hidup tipikal harian. Mengulang tindakan dan kesalahan yang
sama dari pagi hingga pagi berikutnya. Tanpa kekonyolan hidup ini berjalan tanpa
seni. Perubahan dimulai dari sesuatu yang tak masuk akal, dianggap konyol,
malah bertentangan dan berkebalikan dengan kelaziman saat itu.
Masih banyak
lagi bentuk kekonyolan yang tak terdeteksi paca indra, tak terendus sisa akal,
logika, nalar kiat sebagai bagian dari manusia seutuhnya. [Haen]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar