Halaman

Rabu, 27 April 2016

ketika kekonyolan sebagai sumber inspirasi

ketika kekonyolan sebagai sumber inspirasi

Hidup tak seindah aselinya, sindir orang bijak. Orang bijak tak lepas dari ucap dan laku konyol, namu cepat memahami dan memperbaiki diri. Orang biasa, acap lupa diri dengan segala bentuk kekonyolannya. Karena tidak ada yang meng-counter, menjadikan kekonyolan sebagai citra diri, bahkan nyaris hak paten. Bukan menyindir profesi pebanyol, komedian, pelawak, tukang kocok perut, atau sebutan khas lainnya.

Pengalaman membuktikan, banyak kejadian yang tak masuk akal di masyarakat, di hubungan antar tetangga, karena banyak yang melakukan, akhirnya dianggap wajar, manusiawi dan bagian dari dinamika hidup. Tampilan orang konyol malah bisa dianggap sebagai bumbu penyedap dan penyadap kehidupan. Kehadirannya memang bisa mengganggu kekhidmatan suasana yang sedang terbangun dalam kelompok, namun ketidakhadirannya menjadikan suasana monoton.

Pengalaman membuktikan bahwa sesuatu yang ada dimulai dari yang tidak ada, atau hasil kombinasi, persilangan dari yang ada menjadi bentuk keadaan lainnya. Bentukan baru muncul karena yang lama termakan waktu. Tantangan dan tuntutan hidup agar jangan sampai tenggelam oleh waktu. Kebijakan yang tanpa dasar religi, hanya akan meniadakan kemapanan yang sudah terjalin turun-temurun. Saat orang lupa dengan apa yang akan dilakukan, bukan hal yang wajar. Indikasi terjadinya pemuliaan daya akal.

Pengalaman membuktikan, secara ilmiah dengan dukungan penuh suasana batin, bentuk kekonyolan berbagai versi bisa diwariskan dalam keluarga secara sistematis dan matematis. Keluarga Konyol. Orang yang potensi, daya hidup, di atas rata-rata. Sesuatu yang berjalan sesuai rel, sesuai rambu-rambu kehidupan, seperti tidak ada perubahan. Gaya hidup tipikal harian. Mengulang tindakan dan kesalahan yang sama dari pagi hingga pagi berikutnya. Tanpa kekonyolan hidup ini berjalan tanpa seni. Perubahan dimulai dari sesuatu yang tak masuk akal, dianggap konyol, malah bertentangan dan berkebalikan dengan kelaziman saat itu.

Masih banyak lagi bentuk kekonyolan yang tak terdeteksi paca indra, tak terendus sisa akal, logika, nalar kiat sebagai bagian dari manusia seutuhnya. [Haen]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar