densus 88 polri vs Siyono
PRANYATAN
UMUM NGENANI HAK-HAK ASASI (UMAT) MANUNGSA
BAB : 5
Ora kena sawijining uwong disiyo-siyo ing
siksa, utawa nandhang tindak kejem, dipatrapi utawa nampa pidono kang ora kaya
lumrahing umat manungsa utowo siningkur karemehake.
Jika kita sebagai anak
bangsa Indonesia pernah sibuk mencari sosok calon presiden dengan mengandalkan
gugon tuhon “NOTO NEGORO”, ternyata dalam kehidupan bermasyarakat, apa arti
sebuah nama, nyatanya memang ada maksud tersembunyi.
Orang merubah namanya, tanpa
proses jenang abang, agar komersial, agar hoki, agar tenar, sebagai tindakan
yang sah, legal dan konstitusional. Tak kurang manusia Indonesia yang gemar
mematut diri, merasa dirinya bisa sampai ahli mengendus kuman di seberang
lautan, di negara tetangga.
Cuma satu kelebihan kita,
yaitu tidak bisa menggunakan bahasa alam, kurang mampu membaca pertanda alam, setengah
peka mencerna fenomena alam, belum lazim membaca ayat kauniyah untuk menunjang
perilaku sehari-hari.
Di jagat politik Nusantara,
orang begitu bangga menempelkan nama orang tuanya, trah keluarga, silsilah
leluhur, di belakang namanya. Sebagai bukti kualitas diri didapat dari warisan.
Sebagai jaminan bahwa pemilik nama sudah layak berlaga, sudah mempunyai jam
terbang, sudah mengantongi rekam kisah sukses sejak dari sono-nya, sejak
dalam kandungan.
Sejak nama Siyono menjadi
almarhum, sontak mengalihkan berbagai isu strategis negara. Apa arti sebuah
Siyono. Justru ini sebagai pembuktian betapa negara peduli pada nasib
rakyatnya. Orang tua memberi nama Siyono, sesuai kultur setempat, bukan tanpa
makna. Tetapi bukan pula sebagai pertanda. Wallahu a’lam. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar