semangat bela
negara dan game-game anak berbasis kekerasan
Menyoal pertahanan negara, telah ditentukan
dalam UUD NRI 1945 a.l hak
dan kewajiban setiap warga negara untuk ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
UU 3/2002 tentang Pertahanan Negara, Pasal 9 menyuratkan bahwa keikutsertaan
warga negara dalam upaya bela negara, diselenggarakan melalui : pendidikan kewarganegaraan; pelatihan dasar kemiliteran
secara wajib; pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara
sukarela atau secara wajib; serta pengabdian sesuai dengan profesi.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (KRIMINALITAS.COM,
Jakarta BERITA, POLKAM Oct 12, 2015
21:47) mencanangkan seluruh
warga negara Indonesia wajib ikut bela negara. Program bela negara ini
dicetuskannya karena prihatin dengan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia,
utamanya generasi muda. Bela negara ini akan membentuk disiplin pribadi,
disiplin kelompok dan disiplin nasional. Program bela negara wajib diikuti oleh
seluruh lapisan masyarakat, mulai tukang ojek sampai rektor universitas. Selain
itu tidak ada batasan umur dalam program ini, yang menyesuaikan hanya porsi
latihannya.
Akan ada kurikulum untuk bela negara, mulai TK hingga
perguruan tinggi. Bela negara dan wajib militer adalah hal yang berbeda. Pembentukan kader bela negara ini dimulai
serentak pada tanggal 19 Oktober 2015 di sejumlah kabupaten dan kota di
Indonesia.
Sisi lain, sejalan kurikulum bela negara, telah muncul
dan marak game online yang bisa dikonsumi peserta didik, anak didik,
murid, anak sekolah lewat gadget, warnet. Menu konten game sangat menarik minat
anak sekolah. Mungkin ada yang terkait dengan versi bela negara, apakah
bersifat heroisme atau sekedar petualangan adu nyali, adu otak, adu otot, adu
jotos, adu taktik dan strategi, adu alat perang.
Manusia berburu manusia. Peragaaan jurus mematikan
bela diri tangan kosong menjadi sumber inspirasi. Naluri, insting, libido,
adrenalin untuk menjadi sang juara, jagoan, pahlawan, pemenang mendominasi sekaligus
mengkontaminasi watak anak. Penyalurannya bisa tawuran antar pelajar. Menjadi
tukang palak di sekolahnya. Mendirikan geng pelajar, yang ‘siap tempur’. Bagian
dari setan jalanan sebagai ajang pembuktikan jati diri, eksistensi diri dan
rasa berani di atas rata-rata. Kondisi
faktual dan aktual ini akan diperparah atau sama parahnya dengan dampak gaya hidup, laku gaul, tampil gengsi yang
serba bebas. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar