Kelebihan Kapasitas Picu Konflik Internal
Lembaga pemasyarakatan (lapas)
sudah banyak yang kelebihan kapasitas. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik
penghuni. Narapidana merasa tidak diperlakukan seperti manusia biasa.
Meskipun mereka terbukti
melakukan tindak pidana, bukan berarti mereka dibiarkan hidup berdesak-desakan.
Mereka tetap berhak untuk hidup bersosial dengan baik. Mereka berhak untuk
beristirahat dengan tenang. Kemudian keesokan harinya dapat beraktivitas sesuai
yang dijadwalkan oleh pemerintah.
Standar hunian lapas tentu tidak
sama dengan standar hunian rumah tinggal. Kebutuhan luas lantai minimal sama
dengan ideal per orang di rumah tinggal tidak bisa begitu saja diterapkan di
lapas. Kalau ada tipe lapas berdasarkan luas bangunan dan luas tanah, tentu ada
faktor penentunya.
Dalam rencana tata ruang dan tata
wilayah, hanya membagi penggunaan tanah atau lahan sesuai peruntukkannya. Daya
tampung dan daya dukung lingkungan harus diperhatikan. Selain kapasitas lapas,
masalah jangkauan pelayanan juga menentukan keberadaan lapas.
Kisi-kisi bonus demografi juga
menyuratkan bahwa sumber kerawanan pelaku tindak kejahatan berasal dari
penduduk usia produktif. Tekanan ekonomi menjadi alasan utama terjadinya tindak
kejahatan. Akibat lingkungan yang tidak dikondisikan dengan baik, mereka
melawan petugas lapas.
Jika lapas proaktif dan
mendekatkan diri ke masyarakat, jangan-jangan keberadaan lapas bisa sampai
tingkat kelurahan/desa. Pemerintah harus mampu memprediksi jumlah penduduk
sampai kurun waktu tertentu serta sudah mengantisipasi tingkat kejahatan lokal.
Harus ada rumusan perbandingan kapasitas lapas atau rasio lapas dengan jumlah
penduduk yang berpotensi jadi calon penghuni atau segala bentuk kejahatan yang
berakhir di penjara.[HaeN] fokus publik. Republika, Jumat, 8 April 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar