Halaman

Kamis, 07 April 2016

ketika Bung Karno terkagum-kagum dengan revolusi mental

ketika Bung Karno terkagum-kagum dengan revolusi mental

Bung Karno ketika mengetahui bahwa penerus jabatannya sebagai presiden, sebagai kepala negara, (tidak sebagai mandataris MPR) mencetuskan konsep, ide, gagasan revolusi mental – terlebih secara formal sebagai pekerjaan rumah bangsa ditangani anak cucu ideologisnya, dalam hati dengan meniru gaya spontan Gus Dur, terucap slogan: “Prek!”.

Bung Karno harap revolusi mental, bila dibandingkan, disandingkan, ditandingkan dengan bukunya “dibawah bendera revolusi” akan menjadikan bangsa ini bisa adil, makmur dan sejahtera. Tunggu punya tunggu, sampai tahun kedua periode Jokowi-JK belum ada sinyal positif. Isu negatif menjadi bahan utama pemberitaan berbagai versi media massa.

Bung Karno asa revolusi mental, bisa melanjutkan semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 yang menjunjung tinggi semangat nasionalisme. Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan diri sendiri, golongan. Mementingkan keutamaan bangsa dan negara daripada citra diri, pesona diri dan martabat diri.

Bung Karno anggap revolusi mental, bahwa perjuangan tak akan berakhir. Perjuangan membutuhkan cucuran dan peras keringat diri sendiri, tanpa mengandalkan bantuan asing, tanpa menadah uluran tangan pinjaman luar negeri, tanpa minta hutang kepada rente, lintah darat manca negara. Mampu berdikari disemua bidang kehidupan. Ditekankan pada tanpa menjual jasa leluhur demi raih kekuasaan.

Bung Karno kira revolusi mental, yang berakar di hati rakyat, akan menjadi motor penggerak peradaban. Praktik dari sila-sila Pancasila menjadi kenyataan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Rakyat dininabobokan dengan beberpa kali turunnya harga BBM di SPBU, yang secara otomatis tidak diikuti penyesuaian ongkos transportasi angkutan umum.

Bung Karno duga revolusi mental, merupakan kebulatan tekad dan semangat bersama para pemimpin bangsa, di pusat maupun daerah, untuk mensukseskan pembangunan berencana. Tanpa komando, asas musyawarah untuk mufakat dilaksanakan secara total, ihklas, sepenuh jiwa raga. Tanpa pamrih tetap berada di jalur berjuang bersama rakyat, dari rakyat, untuk rakyat.

Bung Karno sangka revolusi mental, menjadikan para pelaku dan pemain politik, walau beda aliran ideologi, bersatu, mufakat tanpa banyak cing-cong membumikan, mewujudkan, mempraktikkan kedaulatan rakyat. Kalau perlu melakukan manuver ‘banting stir’ keluh Bung Karno. Bukan saling jegal, baku jagal antar penyelenggara negara sampai tingkat lurah/kepala desa.

Bung Karno taksir revolusi mental, menjadi formula, rumusan, resep, ramuan yang ampuh, mujarab, manjur dalam menjaga stabiltas nasional, menghadapi rongrongan dalam negeri. Mencegah tangkal sejak dini dari segala bentuk tindakan yang mengarah ke disintegrasi, separatis, penyempalan. Bukan memunculkan rasa bangga sebagai priyayi dengan mendaulat dirinya sebagai raja kecil. Penguasa lima tahunan yang menjebak dirinya sekaligus menggadaikan masa depan rakyat.

Bung Karno tuduh revolusi mental, sebagai perilaku penyimpangan terhadap ajaran Bung Karno yang telah diterjemahbebaskan oleh anak cucu ideologisnya menjadi demokrasi melanggengkan kekuasaan. Merasa bisa berdiri paling depan mengelola negara. Merasa kekuasaan sebagai warisan nenek moyangnya. Bisa berbuat banyak untuk bangsa dan negara jika setelah menduduki jabatan kepala negara.

Bung Karno dakwa revolusi mental, menjadi katalisator sekaligus pemacu dan pemicu perjuangan mewujudkan amanat penderitaan rakyat, dengan pola panutan, keteladanan, percontohan dari atas. Tampilan pemimpin dengan baju rakyat, bukan busana kebesaran partai politik. Wajah tampak sesak dengan atribut dan jargon partai yang tidak menyentuh kepentingan rakyat.

Tiba-tiba ada yang berbisik, berisik, mengusik telinga Bung Karno : “Wah, kabeh salah mbah!”.

Bung Karno dihadapkan pada fakta, kenyataan bahwa dampak nyata revolusi mental, adalah mental penyelenggara negara siap turun di tengah jalan sebelum kontrak politik jatuh tempo, siap tertangkap basah/tertangkap tangan oleh KPK, siap terjebak pasal ada main dengan lawan politik, siap kepergok aparat keamanan di tempat umum/khusus, siap terjaring razia penyakit pejabat, siap kegrebek petugas sensus kependudukan, siap kena garuk petugas kebersihan, siap dihadang tukang palak karena parkir kekayaan sembarang tempat, siap-siap ganti periode terkena kutukan, siap . . . .  [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar