ketika
Bung Karno terkagum-kagum dengan revolusi mental
Bung
Karno ketika mengetahui bahwa penerus jabatannya sebagai presiden, sebagai
kepala negara, (tidak sebagai mandataris MPR) mencetuskan konsep, ide, gagasan
revolusi mental – terlebih secara formal sebagai pekerjaan rumah bangsa
ditangani anak cucu ideologisnya, dalam hati dengan meniru gaya spontan Gus
Dur, terucap slogan: “Prek!”.
Bung
Karno harap revolusi mental, bila dibandingkan, disandingkan, ditandingkan
dengan bukunya “dibawah bendera revolusi” akan menjadikan bangsa ini bisa adil,
makmur dan sejahtera. Tunggu punya tunggu, sampai tahun kedua periode Jokowi-JK
belum ada sinyal positif. Isu negatif menjadi bahan utama pemberitaan berbagai versi
media massa.
Bung
Karno asa revolusi mental, bisa melanjutkan semangat Proklamasi 17 Agustus 1945
yang menjunjung tinggi semangat nasionalisme. Mengutamakan kepentingan bangsa
dan negara daripada kepentingan diri sendiri, golongan. Mementingkan keutamaan
bangsa dan negara daripada citra diri, pesona diri dan martabat diri.
Bung
Karno anggap revolusi mental, bahwa perjuangan tak akan berakhir. Perjuangan
membutuhkan cucuran dan peras keringat diri sendiri, tanpa mengandalkan bantuan
asing, tanpa menadah uluran tangan pinjaman luar negeri, tanpa minta hutang
kepada rente, lintah darat manca negara. Mampu berdikari disemua bidang
kehidupan. Ditekankan pada tanpa menjual jasa leluhur demi raih kekuasaan.
Bung
Karno kira revolusi mental, yang berakar di hati rakyat, akan menjadi motor
penggerak peradaban. Praktik dari sila-sila Pancasila menjadi kenyataan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Rakyat dininabobokan dengan beberpa
kali turunnya harga BBM di SPBU, yang secara otomatis tidak diikuti penyesuaian
ongkos transportasi angkutan umum.
Bung
Karno duga revolusi mental, merupakan kebulatan tekad dan semangat bersama para
pemimpin bangsa, di pusat maupun daerah, untuk mensukseskan pembangunan
berencana. Tanpa komando, asas musyawarah untuk mufakat dilaksanakan secara
total, ihklas, sepenuh jiwa raga. Tanpa pamrih tetap berada di jalur berjuang
bersama rakyat, dari rakyat, untuk rakyat.
Bung
Karno sangka revolusi mental, menjadikan para pelaku dan pemain politik, walau
beda aliran ideologi, bersatu, mufakat tanpa banyak cing-cong membumikan,
mewujudkan, mempraktikkan kedaulatan rakyat. Kalau perlu melakukan manuver ‘banting
stir’ keluh Bung Karno. Bukan saling jegal, baku jagal antar penyelenggara
negara sampai tingkat lurah/kepala desa.
Bung
Karno taksir revolusi mental, menjadi formula, rumusan, resep, ramuan yang
ampuh, mujarab, manjur dalam menjaga stabiltas nasional, menghadapi rongrongan
dalam negeri. Mencegah tangkal sejak dini dari segala bentuk tindakan yang
mengarah ke disintegrasi, separatis, penyempalan. Bukan memunculkan rasa bangga
sebagai priyayi dengan mendaulat dirinya sebagai raja kecil. Penguasa lima
tahunan yang menjebak dirinya sekaligus menggadaikan masa depan rakyat.
Bung
Karno tuduh revolusi mental, sebagai perilaku penyimpangan terhadap ajaran Bung
Karno yang telah diterjemahbebaskan oleh anak cucu ideologisnya menjadi
demokrasi melanggengkan kekuasaan. Merasa bisa berdiri paling depan mengelola
negara. Merasa kekuasaan sebagai warisan nenek moyangnya. Bisa berbuat banyak
untuk bangsa dan negara jika setelah menduduki jabatan kepala negara.
Bung
Karno dakwa revolusi mental, menjadi katalisator sekaligus pemacu dan pemicu
perjuangan mewujudkan amanat penderitaan rakyat, dengan pola panutan,
keteladanan, percontohan dari atas. Tampilan pemimpin dengan baju rakyat, bukan
busana kebesaran partai politik. Wajah tampak sesak dengan atribut dan jargon
partai yang tidak menyentuh kepentingan rakyat.
Tiba-tiba
ada yang berbisik, berisik, mengusik telinga Bung Karno : “Wah, kabeh salah
mbah!”.
Bung
Karno dihadapkan pada fakta, kenyataan bahwa dampak nyata revolusi mental,
adalah mental penyelenggara negara siap turun di tengah jalan sebelum kontrak
politik jatuh tempo, siap tertangkap basah/tertangkap tangan oleh KPK, siap
terjebak pasal ada main dengan lawan politik, siap kepergok aparat keamanan di
tempat umum/khusus, siap terjaring razia penyakit pejabat, siap kegrebek
petugas sensus kependudukan, siap kena garuk petugas kebersihan, siap dihadang
tukang palak karena parkir kekayaan sembarang tempat, siap-siap ganti periode
terkena kutukan, siap . . . . [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar