dikotomi demokrasi reformasi, politik pejuang vs
pejuang politik
.
Eksistensi, jati diri, esensi
demokrasi di Indonesia bisa dilacak pada pra dan pasca pesta demokrasi. Apapaun
yang terjadi, kita wajib bersyukur, masih ada anak bangsa berkiprah dalam dewan
kemakmuran Nusantara. Tanpa pamrih, berjibaku di yayasan Indonesia sejahtera.
Bahkan oknum anak bangsa yang pernah masuk tataran wakil presiden dan/atas
presiden masih belum puas untuk menyumbangkan akal pikirannya.Tepatnya, dengan
modal akal politik, masih ingin tetap eksis di jagad politik.
Paradigma, superdogma yang
merasukinya, cukup sederhana, yaitu untuk berbuat banyak untuk bangsa dan
negara harus jadi kepala negara. Minimal jadi penguasa, atau jadi dalang
intelektual di belakang layar. Khazanah politik Nusantara semakin dinamis,
tanpa batas dan norma, muncul aroma irama poltik : petugas partai, bandar
politik, presiden senior, supermenteri. Inilah yang membedakan pejuang tanah
air dengan pejuang politik.
Pahlawan tak dikenal sebagai pejuang
revolusi. Pejuang lintas zaman, yang tetap menegakkan eksisten NKRI. Lewat
jalur sunyi, pilih kendaraan senyap, mereka tetap peras keringat demi nusa dan
bangsa. Pejuang politik baru dikenal namanya, setelah berurusan dengan pihak
berwajib. Tertangkap tangan KPK. Kena garukan dan razia penyakit masyarakat.
Kalau duduk manis, terkantuk-kantuk di sidang wakil rakyat, itu konsekuensi
logis akibat seringa blusukan nyambangi dapil-nya. Menjaring dan menyaring
aspirasi rakyat secara langsung.
Media massa acap menyuguhkan
berita, betapa pejuang politik masuk ke semua bidang garap, merambah ke
berbagai urusan dunia. Melebihi kutu loncat. Bisa nangkring dan nongkrong di
mana saja, mampu membawakan peran apa saja, yang penting aliran Rp mengarah ke
alamat rekeningnya. Tampil dengan atribut dan kebesaran apa saja, tidak harus
di partai. Gurita partai bisa mengendalikan berbagai kehidupan berbangsa da
bernegara. Melalui jalur formal, legal, halal dan konstitusional.
Rekam jejak sebagai pejuang
politik terletak pada kemampuan modus operandi berkelit, mengindar, mengelak jebakan dan
jeratan pasal hukum. Dalih loyal, patuh, setia, taat, pada kebijakan partai
tetap diutamakan. Terkhusus tunduk kepada oknum ketua umum partai tanpa pikir
panjang.
Pejuang berbasis wong cilik,
kalah pamor kalah tersohor dengan pejuang politik, yang berhasil mengkibarkan bendera partai
di istana negara. Nasib rakyat tergantung daya juang wakil rakyat. Mulai dari
tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga pusat. Jangan disalahkan jika rakyat
menggeliat, rakyat bangkit, rakyat turun ke jalan, melakukan unjuk raga dan
unjuk rasa. [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar