Halaman

Jumat, 08 April 2016

kemanfaatan revolusi mental, kerja KPK menjadi ringan atau bertambah berat?

kemanfaatan revolusi mental, kerja KPK menjadi ringan atau bertambah berat?

Praktik revolusi mental tinggal waktu seusia jagung. Besutan Jokowi-JK sebagai bahan propaganda kampanye pilpres 2014. Sasaran utamanya adalah justru para penyelenggara negara dari rezim kawanan parpolis peserta pesta demokrasi 2014, yang sedang kontrak politik lima tahun, atau satu periode 2014-2019.

Berbagai kejadian perkara yang melibatkan langsung tak langsung pejabat negara, pejabat publik sampai tingkat kelurahan/desa, yang sempat ditayangkan media masa, semakin membuktikan apa guna revolusi mental.

Apakah revolusi mental semakin memperkuat mental dalam arti menambah tebal dan bebal muka badak abdi negara (bukan hanya PNS/ASN, dalam arti luas) sehingga menjadi tahan malu dan ahli memanipulasi watak diri serta mampu menirukan gaya pengharu-rasa maupun perilaku penghiba-hiba tanpa cacat sedikitpun.

Apakah revolusi mental semakin mempertebal gincu dan bedak politik para pelaku dan pemain politik, dibawah komando, koordinasi, kendali dan ketiak bandar politik, presiden senior, supermenteri, pihak yang merasa berhak menerima warisan kekuasaan negara dari moyangnya, atau pihak yang sulit dibuktikan domisilinya.

Apakah revolusi mental semakin menjadikan bahasa politik lebih kuasa, bahkan dominan, dibanding bahasa hukum buatan manusia. Sehingga tindak pidana akibat kebijakan politik tidak bisa dipidanakan. Kebal politik berlaku formal, konstitusional diatas kebal hukum.

Apakah revolusi mental semakin menujukkan eksistensi, jati diri, pesona politik dengan prestasi a.l mengkebiri KPK, yang karena tekanan publik, dibiarkan mengambang. Namun tetap masih ada Buaya vs Cicak secara terselubung, masif dan berkelanjutan. Membuat sistem yang memandulkan daya cengkeram KPK. Sehingga KPK menjadi macan ompong, siap diseruduk kebo wadon yang mabuk kekuasaan.

Apakah revolusi mental semakin memperkokoh supremasi benalu politik, parasit politik, lintah darat politik, secara bermartabat. Sesuai semangat otonomi daerah, sampai tingkat bawah dikaveling-kaveling, dipetak-petak sesuai ukuran dan kebutuhan kursi partai politik lokal.  

Kemungkinan banyak kejadian perkara yang luput dari pengendusan, penayangan media masa. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar