Halaman

Jumat, 22 April 2016

produk teknologi informasi dan komunikasi menjajah anak sekolah

produk teknologi informasi dan komunikasi menjajah anak sekolah

Pengguna produk teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tidak identik dengan profesi, tidak dimonopoli kelompok usia, tidak didominasi strata sosial. Di jalan, di tempat umum, di angkutan umum, kita saksikan tangan orang sibuk dengan gadget. Gadget bukan barang mewah. Ingin merasakan TIK secara murah meriah, mampir ke warnet.

Suasana keluarga terbentuk dengan kegiatan ayah, ibu, anak sibuk dengan gadget sesuai kebutuhan. Tak kurang cerita, begitu sampai rumah, orang masih sibuk dengan gadget. Tak salah jika dampak pengguna TIK genggam masuk kategori anti-sosial.

Dampak semakin nyata, jika anak sekolah menggunakan produk TIK tidak untuk menunjang budaya literasi, budaya baca tulis.  Sebagian besar proses pendidikan formal berbasis pada kemampuan dan kesadaran literasi. Budaya literasi yang ditanamkan pada diri peserta didik sejak dini, diyakini mempengaruhi tingkat keberhasilan baik di sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat.

Program game online sangat dinamis, berkembang melampaui imajinasi pengguna. Media massa tanpa sadar mempromosikan game baru berbagai versi dengan kelebihannya. Pengguna atau pemain game online dari kalangan anak sekolah, yang sudah tidak gaptek, dengan mudah mencerna. Kurang puas bisa mengunduh dari internet.

Anak sekolah tekun sekedar mengisi waktu sampai betah waktu produktifnya tersita untuk menyelesaikan game online sampai berjilid-jilid. Pengawasan orang tua bisa dilakukan pada penggunaan komputer atau laptop di rumah. Beda cerita kalau anak dengan gadget-nya bisa bebas berselancar bareng game online di mana saja. Anak bersepeda, bergerombol duduk bareng adu pintar otak-atik game online. Anak sekolah yang bisa mengelola waktu, sesuai isi kantong, memanfaatkam warnet untuk menyakurkan bakatnya sebagai pemain. Kurang apa lagi dunia ini. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar