Halaman

Selasa, 05 April 2016

Segera Hubungi Pintu Tobat Terdekat

Segera Hubungi Pintu Tobat Terdekat

Wajar jika kita bangun pagi sesuai proses alami mekanisme tubuh, sebagai batas akhir tidur malam. Tak kurang kita lebih pilih memperpanjang lelap, lebih suka meneruskan mimpi, begitu lihat jam masih menunjukkan malam hari, walau sudah jelang pagi. Bisikan hati berdalih energi belum pulih seratus persen. Leher masih pegal, penat masih menghimpit. Mata belum mau diajak kompromi.

Motivasi bisa bangun pagi karena ada keperluan yang harus dilakukan pagi itu. Ada janji untuk bersua. Ada yang segera harus kita kerjakan. Atau terpaksa bangun karena harus ke kamar kecil. Untuk kegiatan yang rutin harian, misal untuk berangkat kerja, mengandalkan jam karet sudah terbiasa. Lalu lintas macet menjadi alasan klasik, rutin dan legal.

Pertanyaan mendasar, apa yang kita lakukan, kita ingat, secara spontan begitu bangun pagi. Entah fajar sudah berkibar. Entah dingin malam masih menggigilkan badan. Membaca doa bangun tidur. Bersyukur masih bisa bangun. Atau ber-istighfar. Memang banyak pilihan. Apa yang kita pilih sebagai kebiasaan diri. Ada baiknya kita simak sebagaimana terjemahan [QS Al Furqaan (25) : 70] : kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Terjawab, bahwasanya begitu bangun pagi kita “wajib” segera bertobat. Kendati tidur malam, kita memang bebas dari hukum Allah. Kejahatan malam atau sisa kejahatan atau dosa tercatat malaikat hari itu yang masih kita bawa ke tempat tidur, kita sadari atau kita anggap biasa, masih akan menjadi bahan pertimbangan di pengadilan Allah.

Kita terbangun pagi hari diikuti bangkitnya iman, melanjutkan kadar iman kita. Dengan modal kadar iman, kita siap berjibaku untuk hari ini. Kita seolah terprogram siap melakukan tindakan dan kesalahan yang sama, sampai bangun pagi berikutnya. Kita siap ‘mengerjakan amal saleh’, sebagai hal rutin, diniatkan maupun ditingkatkan.

Memaknai ‘kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan’ bukan berarti kita bebas melakukkan apa saja, bebas bertindak apa saja. Bebas memilih jalan hidup yang akan kita tempuh, yang akan kita lakoni hari ini. Jangan mengartikan bahwa Allah akan memproses kejahatan harian kita dan dengan diganti menjadi kebajikan.

Jangankan tindakan, terlebih menghalakan tindakan bebas bertindak, bahkan untuk urusan niat pun saat kita seolah menghadapi pilihan dilematis, memilih urusan dunia atau urusan akhirat, Allah memberikan pembalasan kepada amal seseorang menurut dan berdasarkan niatnya. Yaitu dalam terjemahan Al-Qur’an [QS Asy Syuura (42) : 20] :  Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.”

Pagi itu saya bersyukur terbangun pukul 04:06 WIB, bukan tanpa sebab, bukan tanpa niat, bukan tanpa doa. Diakui, niat bangun pagi dengan raih manfaat minimal yaitu masih bisa sholat subuh di awal waktu. Terkhusus bisa berjamaah subuh di masjid.   Ini namanya niat minimalis, bukan tanpa kesungguhan. Melihat kondisi diri jelang tidur malam. Memangnya tidak niat bisa menegakkan sholat malam yang bersambung dengan sholat subuh. Wallahu a’lam bish showab.

Suara dari pengeras suara bebebapa masjid sekitar tempat tinggal, sudah mengusik telinga. Memacu diri untuk bersegera bangun. Mau sholat malam, keheningan malam sudah tercabik. Hakikat waktu sholat malam sudah mendekati ambang bawah. Kita tidak boleh tergesa sholat malam di sisa waktu, mempengaruhi kekhusyukkan. Ambil keputusan untuk melangkahkan kaki ke masjid langganan. Masjid sebagai pintu tobat terdekat, dalam pengertian kemanfaatan berjamaah. Tobat individu bisa dilakukan kapan saja, terkhusus setelah dirasa telah mencetak dosa sekecil apapun. Bisa dilakukan pasca kegiatan, agar amalan tak tertolak. [Haen]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar