Halaman

Selasa, 05 April 2016

“Allah belum memproses jodohku . . . “

“Allah belum memproses jodohku . . . “

Jika kunaik bis kota, kuusahakan duduk di kursi depan, dekat sopir. Agar lutut bebas bergerak. Walau kaki nyaman, namun tak bebas dari jangkauan tangan pengamen, dengan topi dekilnya atau bungkus kantong permen, menarik pajak jasa tarik suara. Sambil terkantuk, keterpa panas matahari, bis ngetem, terkadang tak sengaja telinga menampung oborolan penumpang.

Meliwati kampus di bilangan Jakarta Selatan, naik dua mahasiswi berjilbab, duduk di kursi belakang saya. Sambil berbisik, ketawa-ketiwi, mereka membicarakan soal lawan jenis. Jari tangan mereka sibuk dengan hp. Celotehan ringan namun menyengat telinga saya, terlebih ketika terdengar senandung cinta salah satu dari mereka. Celetukan tersebut menjadi judul artikel ini. Serta merta sepanjang jalan mengilhami saya. Memacu memori pribadi dan sekaligus evaluasi diri.

Jodoh di tangan Allah, seolah menjadi vonis bagi umat manusia, khususnya remaja yang telah memasuki batasan usia layak nikah. Atau bagi anak manusia yang telah memenuhi syarat nikah. Menjadi momok. Muncul isitilah ‘terlambat nikah’, ‘belum ketemu jodohnya’. Paling menyakitkan ada sebutan ‘perawan tua’ atau ‘joko tuwo’.

Selama ini kita cerna dengan iman bahwa kelahiran, perjalanan hidup, rezeki, jodoh, kematian sebagai hak prerogratif Allah, sebagai takdir manusia, sebagai  ketetapan-Nya. Jika kita kaji lagi, sangat dimungkinkan bahwa jodoh merupakan sebuah pilihan, bukan ketetapan dari Allah. Tidak ada satupun nash-nash di dalam Al Qur’an maupun di dalam hadist/sunnah Rasul yang mengindikasikan bahwa jodoh adalah sebuah takdir/ketetapan dari Allah.

Ada baiknya kita simak sebagaimana terjemahan [QS Faathir (35) : 11] : Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah..”

Mengacu kata/kalimat kunci ‘kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan)’ harus kita cerna dan maknai hakikatnya. Bukan sekedar masalah waktu, tetapi juga tergantung perjuangan cinta seseorang untuk mencari pasangan hidup. Perjuangan cinta tidak monopoli kaum adam. Kaum hawa tidak sekedar sebagai bunga menunggu kumbang datang. Tidak sekedar duduk manis di rumah, sibuk di dapur, menunggu pinangan.

Pengalaman hidup mengatakan, menyatakan atau bahkan membuktikan bahwa jika seseorang sudah layak nikah, secara biologis maupun secara yuridis, namun belum bertindak, dapat diartikan ybs belum percaya diri. Masih ada sederet rasa takut yang menjadi dasar pertimbangan.

Kejadian di pihak lain, dari sisi berbeda, jika ada pasangan suami isteri, sudah sekian tahun mendambakan keturunan, namu tak kunjung terwujud, bisa diartikan pasutri tsb belum dipercaya oleh Allah. Karena anak adalah amanah, keturunan sebagai titipan Allah.

Menyikapi ikhwal ‘sulit jodoh’ dan/atau ‘sulit anak’, manusia malah terjebak dengan hal-hal yang bertolak belakang, yaitu ‘terpaksa kawain’ dan/atau ‘anak haram’. Kesemuanya ini tidak ada dalam ajaran Islam.

Falsafah Jawa mentuturkan bahwa ‘bojo durung karuan jodo’, arti bebasnya suami/isteri seseorang belum tentu jodohnya. Bukan karena lantas ada perceraian dengan berbagai dalih dan alasan. Bukan karena tidak bisa mempunyai keturunan. Atau juga bukan karena tidak bisa memperbaiki nasib. Misal malah melanjutkan tradisi ‘hidup sederhana’ yang oleh pemerintah masuk keluarga miskin. Kurang berhasil dalam membentuk keluarga islami.

Akankah kita melupakan firman Allah, yang menjadi populer karena redaksi terjemahanya menjadi bagian dari undangan pernikahan, dicupilk dari [QS Ar Ruum (30) : 21] : Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, diciptakan-Nya untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu mendapat ketenangan hati dan dijadikan-Nya kasih sayang diantara  kamu. Sesungguhnya yang demikian menjadi  tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang  yang berfikir.”

Jadi, menyikapi kebijakan jodoh di tangan Allah, kita jangan berfikir yang tidak-tidak. Harus berbaik sangka dan banyak harapan kepada-Nya. In sya Allah, Allah akan memproses cinta, jodoh seseorang. Tergantung niat dan laku diri sendiri. Serta menjadi salah satu kewajiban orang tua untuk mencarikan jodoh untuk anaknya. [Haen]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar