dilema polri, rekening gendut vs
perut gendut
Gonjang-ganjing di tubuh Polri karena status
alat kekuasaan atau alat negara, malah menjadikan Polri sebagai ‘penguasa
tunggal dalam negara’. Minimal, Polri memposisikan dirinya di atas hukum.
Merasa tidak di bawah kendali kepala negara. Apalagi merasa sebagai pengayom
dan pengayem masyarakat.
Semangat esprit of the corps di
tubuh Polri begitu kuat. Ironisnya, semangat ini
muncul bukan saat mewujudkan Rastra Sewakottama yang berarti
"Polri adalah Abdi Utama dari pada Nusa dan Bangsa." Tetapi menggelora saat di internal tubuh Polri atau Korps Baju Coklat ada
oknum yang terlibat kasus tipikor (tindak
pidana korupsi). Konflik internal Polri, akibat perang dingin
antar angkatan alumni akademi polisi bisa memanas, ego angkatan mencuat, saat
Bhayangkara-1 mengambil tindakan internal.
Kepolisian
sebagai bagian dari instansi penegak hukum berwenang menangani tipikor. Agar
terlaksana, memang perlu mendapatkan perhatian baik dalam hal penguatan sumber
daya manusianya maupun dukungan dana operasional. Minimnya dana operasional untuk penanganan dan penuntasan perkara, menjadi
salah satu faktor maraknya kasus mangkrak. Jangan mengacu rekam jejak Polri dalam memberantas korupsi, yang hasilnya
bak senjata makan tuan. Bukan pula seperti pepatah lama “menepuk air di dulang
terpecik muka sendiri!” Polisi koq
dilawan.
Pakem atau
primbon yang dianut mengatakan dan menyatakan bahwa Polri yang tumbuh dan berkembang
dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, memang harus berinisiatif dan bertindak
sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom rakyat. Harus jauh dari tindak
dan sikap sebagai "penguasa". Ternyata prinsip ini sejalan dengan
paham kepolisian di semua Negara yang disebut new modern police
philosophy, "Vigilant Quiescant" (kami berjaga
sepanjang waktu agar masyarakat tentram).
Singkat cerita, dengan kaca mata rakyat, kaca mata wong cilik, kaca mata
awam, ternyata dan nyatanya, di tubuh Polri terdapat dua mahzab yaitu Polri Perut Gendut dan Polri Rekening Gendut.
Rekening gendut melekat pada jabatan, mulai dari hasil kolaborasi secara
sistematis sampai oknum pemanfaat jabatan. Rekening gendut tidak melekat pada
pangkat. Tugas dan fungsi Polri yang berhubungan langsung dengan rakyat, tentu
ada dampak atau kosekuensi logisnya terhadap pendapatan harian. Penyebab
rekening gendut sangat dinamis. Andai ada rekening gendut perwira Polri akibat
balas jasa dan imbal budi dari bandar narkoba, tidak sekedar melanggar pasal
berlapis, bisa mendapat kutukan dari rakyat.
Kalau perut gendut itu urusan individu, masing-masing anggota Polri, tidak
ada sangkut-paut dengan kedinasan. Karena tidak bisa direkeningkan, sebagai
barang habis pakai, mau tak mau harus disantap harian. Perut dijadikan rekening
hidup. Perut gendut bisa sebagai simbolisasi ketahanan fisik dan mental, hasil
adaptasi dengan lingkungan kerja. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar