Halaman

Jumat, 29 April 2016

dilema polri, rekening gendut vs perut gendut

dilema polri, rekening gendut vs perut gendut

Gonjang-ganjing di tubuh Polri karena status alat kekuasaan atau alat negara, malah menjadikan Polri sebagai ‘penguasa tunggal dalam negara’. Minimal, Polri memposisikan dirinya di atas hukum. Merasa tidak di bawah kendali kepala negara. Apalagi merasa sebagai pengayom dan pengayem masyarakat.

Semangat esprit of the corps di tubuh Polri begitu kuat. Ironisnya, semangat ini muncul bukan saat mewujudkan Rastra Sewakottama yang berarti "Polri adalah Abdi Utama dari pada Nusa dan Bangsa." Tetapi menggelora saat di internal tubuh Polri atau Korps Baju Coklat ada oknum yang terlibat kasus tipikor (tindak pidana korupsi). Konflik internal Polri, akibat perang dingin antar angkatan alumni akademi polisi bisa memanas, ego angkatan mencuat, saat Bhayangkara-1 mengambil tindakan internal.

Kepolisian sebagai bagian dari instansi penegak hukum berwenang menangani tipikor. Agar terlaksana, memang perlu mendapatkan perhatian baik dalam hal penguatan sumber daya manusianya maupun dukungan dana operasional. Minimnya dana operasional untuk penanganan dan penuntasan perkara, menjadi salah satu faktor maraknya kasus mangkrak. Jangan mengacu rekam jejak Polri dalam memberantas korupsi, yang hasilnya bak senjata makan tuan. Bukan pula seperti pepatah lama “menepuk air di dulang terpecik muka sendiri!” Polisi koq dilawan.

Pakem atau primbon yang dianut mengatakan dan menyatakan bahwa Polri yang tumbuh dan berkembang dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, memang harus berinisiatif dan bertindak sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom rakyat. Harus jauh dari tindak dan sikap sebagai "penguasa". Ternyata prinsip ini sejalan dengan paham kepolisian di semua Negara yang disebut new modern police philosophy"Vigilant Quiescant" (kami berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tentram).

Singkat cerita, dengan kaca mata rakyat, kaca mata wong cilik, kaca mata awam, ternyata dan nyatanya, di tubuh Polri terdapat dua mahzab yaitu Polri Perut Gendut dan Polri Rekening Gendut.

Rekening gendut melekat pada jabatan, mulai dari hasil kolaborasi secara sistematis sampai oknum pemanfaat jabatan. Rekening gendut tidak melekat pada pangkat. Tugas dan fungsi Polri yang berhubungan langsung dengan rakyat, tentu ada dampak atau kosekuensi logisnya terhadap pendapatan harian. Penyebab rekening gendut sangat dinamis. Andai ada rekening gendut perwira Polri akibat balas jasa dan imbal budi dari bandar narkoba, tidak sekedar melanggar pasal berlapis, bisa mendapat kutukan dari rakyat.

Kalau perut gendut itu urusan individu, masing-masing anggota Polri, tidak ada sangkut-paut dengan kedinasan. Karena tidak bisa direkeningkan, sebagai barang habis pakai, mau tak mau harus disantap harian. Perut dijadikan rekening hidup. Perut gendut bisa sebagai simbolisasi ketahanan fisik dan mental, hasil adaptasi dengan lingkungan kerja. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar