Halaman

Sabtu, 30 April 2016

DIAWALI DENGAN BIROKRASI SEHAT

DIAWALI DENGAN BIROKRASI SEHAT

Memang, kendati gubernur Jakarta, Joko Widodo, turun langsung ke lapangan dalam menangani Kartu Jakarta Sehat (KJS) dengan mendatangi puskesmas dan dapat sambutan meriah dari calon pengguna akhir KJS, bukan jaminan nantinya akan berjalan sesuai rencana. Walaupun program/kegiatan KJS sudah didukung APBD, bukan jaminan PNS atau SDM yang ada akan mensukseskannya secara total. Biarpun setengah warga dan penduduk Jakarta sebagai pengguna akhir KJS, bukan jaminan sebagai dasar perhitungan dalam penyusunan APBD. Banyak faktor yang harus dikaji ulang, diantisipasi secara transparan dan dinamis.

Pembuatan KJS tidak masalah, apalagi sampai jumlah jutaan lembar, bisa jadi proyek tersendiri. Masalah muncul, jika pelaksana di lapangan, khsususnya ujung tombaknya maupun penyedia jasa kesehatan harus membalik adat layanan yang komersial menjadi sosial, serba gratis.

Selama ini merasa dalam posisi yang dibutuhkan oleh masyarakat, harus ganti peran menjadi yang melayani masyarakat. Harus proaktif, lebih dahulu menyapa, menghormati masyarakat yang datang. SDM di tingkat Puskesmas sampai Rumah Sakit pelaksana KJS memang harus dikondisikan dengan diklat yang sesuai. Kalau perlu mantapkan jabatan fungsional pelayanan KJS.

Birokrasi sehat sebagai dasar utama untuk terselenggaranya/ terlaksananya pendidikan gratis, kesehatan gratis. Tidak mudah merubah pola pikir, atau bahkan mental yang sudah membudaya, dari mental di belakang meja menjadi mental lapangan. Terlebih bagi aparat birokrat yang berhubungan langsung dengan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), atau masyarakat dalam strata sosial margin, akan mengalami dan meliwati transisi yang butuh waktu. Karena kondisi dan posisi MBR yang heterogen, memerlukan pendekatan  orang per orang, akan menambah beban mental aparat birokrat [HaeN].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar