BNN mampu memprediksi penyalahguna narkoba periode Jokowi-JK
Judul di atas belum tuntas, masih perlu dilengkapi dengan :
bagimana nasib kandidat koruptor, bagaimana cikal bakal, bakal calon teroris.
Pihak mana yang wajib memprediksi sehingga muncul program/kegiatan yang
proaktif, preventif, cegah tangkal sejak dini atau semacam proyek. Sulit untuk
basmi tikus di sarangnya. Bak masuk ke markas singa atau harimau, minimal
serigala. Kepepetnya nyatroni kubangan buaya.
Media massa sering menuturkan betapa penyalahguna narkoba, ternyata
tidak dimonopoli penduduk dengan batasan usia tertentu, tidak didominasi manusia
dengan profesi tertentu, tidak menjadi hak milik anak bangsa dengan strata sosial tertentu.
Ikhwal ini sebagai spesifikasi yang membedakan dengan kandidat koruptor,
bagaimana cikal bakal, bakal calon teroris.
Perlakuan hukum kepada ketiga fenomenal tadi jelas tidak bisa
sanding, banding apalagi tanding. Urusan negara lebih direcoki dengan urusan
korupsi, peringkat utama. Bagaimana aparat keamanan melakukan tindakan cekal
tangkal teroris sejak dini, membuktikan betapa kinerja yang tak pandang bulu. Bagaimana
perlakuan terhadap terpidana korupsi, tepatnya memuliakan napi tipikor di
lapas, sebagai bukti HAM harus ditegakkan secara utuh. Bagaimana lapas dengan
napi penyalahguna narkona sebagai warga binaan, dibina secara profesional dan
komersial, sehingga menjadi manusia yang “bermanfaat dan berguna”.
Akahkah jumlah tersangka korupsi, mulai tingkat pusat sampai
tingkat bawah pusat, selama periode Jokowi-JK masih jauh di bawah 2 (dua)
periode SBY? Apakah berkat pengampunan pajak akan mengurangi kandidat koruptor.
Apakah masih perlu memelihara cikal bakal, bakal calon teroris untuk menjaga
kestabilan politik luar negeri.
Jangan
takut, Indonesia punya senjata andalan berjudul Revolusi Mental. Entah siapa
yang menjadi Pemimpin Besar Revolusi Mental. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar