Halaman

Kamis, 14 April 2016

ketika nyawa rakyat diteror dengan sentuhan popor

ketika nyawa rakyat diteror dengan sentuhan popor

Kasus Siyono menambah kategori pengabdian kepada negara tanpa pandang bulu oleh aparat Polri. Sekaligus menambah batasan harga nyawa manusia yang bisa dinilai dengan Rupiah. Banyak pihak yang merasa berkepentingan dengan kasus ini. Pihak Polri, BNPT sudah siap dengan berbagai argumentasi, berlapis skenario, segudang dalih untuk menyegerakan, menyederhanakan, menuntaskan kasus Siyono. Apakah masih ada siyono-siyono lain yang lebih besar, hanya perjalanan waktu dan sejarah yang bisa membuktikannya.

Kita yakin banyak kejadian perkara yang masuk kategori ‘perbuatan tidak menyenangkan terhadap negara’, akan mendapat perlakuan yang berbeda. Seperti tarif pengacara tergantung siapa yang punya kasus yang meminta jasanya, dan yang paling utama adalah jika menyangkut kasus merugikan negara. Artinya menyangkut besaran Rp yang perlu dibela mati-matian akan menentukan argo pengacara.

Jika kasusnya ecek-ecek, yang tanggap mungkin pengacara pemula atau pengacara ecek-ecek. Jika kasus terduga teroris masuk klas ecek-ecek, tidak layak diperkarakan, tidak membawa efek pada prestasi Polri, petugas yang dikirim cukup seadanya. Pasal yang diterapkan adalah ‘matikan di tempat’. Polri dengan Densus 88 Anti Teror memang perlu hemat bensin, hemat biaya, hemat waktu, hemat tenaga, hemat perkara tapi harus ada bukti tertulis berapa banyak kasus yang ditangani. Menciptakan teror dengan cara meneror rakyat, sudah lazim di era 2014-2019. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar