Halaman

Sabtu, 23 April 2016

ketika anak sekolah merasa bisa sebagai pemain dalam game online

ketika anak sekolah merasa bisa sebagai pemain dalam game online

Media penyiaran televisi pernah menayangkan acara gulat pura-pura berjudul smackdown. Sandiwara gulat di atas ring, bahkan diluar ring. Atraksi adu mulut, caci maki, saling umpat, saling tunjuk dengan muka seram, tampilan badan kekar, saling pukul pakai tangan atau alat, menjadi daya tariknya. Antar koalisi pegulat, berusaha memampuskan lawannya dengan berbagai gaya. Berbagai teknik bela diri dipraktikkan. Semua anggota badan bisa jadi senjata mematikan.

Anak sekolah dengan modal menonton saja, dampaknya cukup mengejutkan berbagai pihak. Dengan logika, nalar, akal anak, smackdown dipraktikkan ke temannya. Antara iseng, atau jiwa keberaniannya muncul dan ingin coba apa yang telah ditontonnya di televisi. Pada saat itu, korban pun terendus awak media massa. Mulai dari yang pingsan, cidera fisik, gegar otak, muntah darah sampai ada yang meninggal.

Hanya dengan modal mata, dampak tayangan diluar prakiraan pengamat atau ahlinya. Bayangkan jika berkat kemajuan teknologi, anak sekolah bisa memilih berbagai konten di game online, bahkan bisa memilih sebagai pemain. Mulai sebagai pembalap, pendekar, pemburu sesuai pilihannya. Mau tak mau, karakter anak terkontaminasi dengan peran yang dilakukannya. Merasa jagoan, pahlawan, atau sebutan lainnya sesuai bayangan mereka. Tanpa kontrol orang tua atau lingkungan, mereka bisa betah duduk berjam-jam main game, baik memanfaatkan gadget maupun ke warnet. Ironisnya, yang menjadi korban adalah dirinya sendiri. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar