Halaman

Minggu, 10 April 2016

mengaku anak elit partai

mengaku anak elit partai

Bukan Indonesia namanya, kalau berita kategori ‘kesalahan manusia’ tidak diekspose habis-habisan oleh media masa yang justru juga kumpulan ‘kesalahan manusia’. Klop, berita salah oleh media berita salah, di waktu dan tempat yang salah.

Itulah Indonesia, pasca Reformasi 21 Mei 1998, udara bebas milik publik dipenuhi frekuensi politik. Cuaca politik menjadi bahan pertimbangan kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-hari. Lalu lintas bangsa dan negara diatur oleh kebijakan partai. Siapa menjadi apa, siapa menggeser siapa, siapa yang siap diorbit dan dikarbit, sangat ditentukan oleh petunjuk bandar politik.

Hanya terjadi di Indonesia, urusan dapur keluarga masuk agenda sidang kabinet. Wakil rakyat lebih gemar mengotak-atik urusan dapur negara agar dapur keluarganya tetap berasap. Demokrasi perwakilan menempatkan wakil rakyat mewakili dirinya sendiri untuk bersegera makmur dan sejahtera lahir batin.

Menjadi ciri diri Indonesia, bahwa pasal politik tidak bisa diperpoltikkan, malah menjadi pasal komerisal. Politik adu kuat, adu cepat, adu nekat, sehingga kata mufakat menjadi barang langka. Pemain baru dengan cepat menyesuaikan diri dengan iklim politik bahwa kebijakan partai menjadi pasal legal, konstitusional serta didukung bahasa politik menjadi aji kebal hukum.

Menghadapi semua urusan hidup di dunia, istilah Kasih Uang Habis Perkara (KUHP) sudah bukan zamannya. Metode NPWP hanya berlaku diperiodenya. Tanpa komando atau ide dari siapa, sekarang maraknya barter politik. Memangnya di panggung, industri, syahwat politik tidak mengenal harga diri? Justru “nilai jual” pekerja politik sangat menentukan nasibnya. Kedekatan dengan penguasa tunggal partai, sampai daya dukung finansial sangat menentukan karir politik seseorang. Kekuasaan bisa diwariskan melalui jalur dan lajur konstitusional serta dilakukan dengan sistem tukar guling. Akhirnya nama besar partai bisa jadi jaminan, minimal sebagai saksi, atas sukses tidaknya seseorang anak bangsa yang hidup dari partai. Terlebih yang sudah teken kontrak loyal, patuh, tunduk dan taat pada kebijakan partai tanpa harus mikir. [HaeN]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar