Halaman

Rabu, 20 April 2016

penyakit bangsa akibat akal politik kedaluwarsa

penyakit bangsa akibat akal politik kedaluwarsa

Wong Cilik memang tidak tersurat dalam UUD NRI 1945. Terkait bentuk nasibnya, didekati dengan bahasa politik. Perjalanan bangsa pasca Reformasi 21 Mei 1998, semakin membuktikan bahwa pemanfaatan makna ‘wong cilik’ menjadi lawan kata dari makna ‘revolusi mental’. Formula ‘revolusi mental’ khusus buat penyelenggara negara dari petugas partai. Kalau diterapkan di ‘wong cilik’ malah akan digeguyu pitik.

Mosok ‘wong cilik’ dianjurkan hidup sederhana, disarankan hidup prihatin, diajari berfikir apa adanya.  Tidak boleh korupsi, jangan main manupulasi, dilarang menghidupkan ambisi menjadi penguasa. Jokowi yang dianggap titisan bung Karno, oleh pihak tertentu, paham betul. Makanya Jokowi sering terkekeh, geleng-geleng kepala melihat tingkah laku, perilaku anak bangsa yang gemar main politik.

Anomali suhu politik dalam negeri, dampak dari tidak ada kawan maupun lawan dalam politik. Kepentingan bukan jaminan terjadi mufakat, membentuk koalisi apalagi demi kepentingan nusa dan bangsa. Memasuki atau berada di garis depan, seolaj memasuki kuadran “dia tidak tahu bahwa dia tidak tahu”.

Rekam jejak sebagai pegiat politik, sejak dalam kandungan, atau sudah direkayasa sejak dini, malah tidak memunculkan daya pikir logis tentang arti sesungguhnya politik. Jati diri, identitas politik perseorangan tergantung pasokab, asupan dan suplai ideologi. Aspek ideologi apa saja yang bangkit dari hati nuraninya.

Agaknya, anak bangsa sudah terkontaminasi ideologi kekuasaan, seperti yang dipertontonkan lewat media massa. Tidak pilih dan pandang gender utawa jenis kelamin. Semua sami mawon.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar