Halaman

Minggu, 24 April 2016

rata-rata konsumsi berita politik penduduk Indonesia

rata-rata konsumsi berita politik penduduk Indonesia

Pihak berwenang di Indonesia belum pernah merilis berapa rata-rata konsumsi berita politik penduduk, per jam atau satuan waktu lainnya. Kesulitan utama, belum ada standar baku berita politik yang layak dikonsumsi masyarakat. Dipihak lain, berjibunnya media pemberitaan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Kemasan berita politik hanya ada 2 (dua) versi, yaitu menjilat atau menghujat. Berita politik pun masih bisa diketegorikan, apakah berita tingkah laku pelaku dan pemain politik, sepak terjang orang politik, kesibukan petugas/suruhan/kurir partai (mulai dari begundal, cecunguk, bolodupak sampai kepala negara) atau berita yang masuk kategori politik (mulai presiden blusukan, kunker, sidak sampai tertangkap tanggannya orang politik oleh KPK).

Dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, apakahperingkat kita unggul atau sekedar wajar, normal, normatif. Dibalik pengkonsumsian berita politik, tersirat fakta apa saja?

Kita tidak punya ketentuan, apakah pejuang politik harus sering tampil diberitakan. Atau tampil saat tersandung, terbentur kasus non-politik. Raport politik penyelenggara sejauh ini belum pernah ditayangkan ke publik. Rakyat sudah bisa menduga kadar politik yang sering tampil. Rakyat dengan kaca mata kesederhanaan bisa menakar mana tokoh yang sarat dengan melek politik sampai yang sekedar penyandang warisan nama besar.

Terkadang pemain politik ibarat pelawak, komedian, tukang kocok perut, pembanyol, pabrik ketawa, ngomong ora ngomong, bayarane podo. Ngomong sepisan, wis ora lucu, kleru, digeguyu dewe. Kalau yang berorasi ketua umum parpol di depan kadernya, sudah ada tukang keploknya. Makanya ada saja pemain politik yang hemat bicara. Takut ketahuan isi perutnya, takut terbuka rahasia daya pikir politiknya. Walau bukan copas.

Pemain, pelaku politik Nusantara ada batas masa berlakunya, begitu jatuh tempo, otomatis jadi barang apkiran. Tak jarang yang cepat kedaluwarsa, akibat sebagai kader karbitan, kader orbitan, kader jenggot, kader warisan. Berita politik malah bisa sebagai hiburan, atau bisa sebagai adegan sinetron picisan. Sudah ketahuan akhir ceritanya. Apalagi jika sudah ketauan siapa memainkan peran apa.

Bukan kuantitas maupun kualitas berita politik, tetapi dampak nyata bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Apakah rakyat secara tak langsung bisa melihat siapa cikal bakal calon pemimpin nasional. Dalam suatu kompetisi olah raga, akan terlihat pemain berbakat, akan terdeteksi calon pemain masa depan.

Apakah rakyat bisa mencerna bagaimana batasan minimal yang harus dikerjakan oleh kepala daerah yang dipilih oleh rakyat. Apakah gubernur, atau bupati/walikota sekedar jabatan politik yang hanya akan meninggalkan bom waktu.

Apakah rakyat menjadi tahu betul apa saja yang dikerjakan wakil rakyat. Kapan rakyat harus turun ke jalan, jika wakil rakyat tingkat kabupaten/kota kewalahan menampung aspirasi rakyat. Rakyat melihat betapa perjuangan wakil rakyat tingkat pusat, dalam memilah dan memilih kepentingan yang diprioritaskan, diutamakan, dianakemaskan.

Apakah rakyat menyadari, memahami sekaliguas memaafkan, karena ada parpol numpang lewat di pesta demokrasi, atau ada kader politik numpang nama di pesta demokrasi. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar